PROBLEMATIKA MINAT BACA SANTRI DI PONDOK PESANTREN DARUL FIKRI PONOROGO PADA ERA DIGITAL
PROBLEMATIKA MINAT BACA SANTRI DI PONDOK PESANTREN
DARUL FIKRI PONOROGO
PADA ERA DIGITAL
Oleh: Amirothul Maulidyana
NIM. 16150258
S1 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYYAH
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO
Peradaban yang berkembang dan semakin maju
seperti sekarang ini telah membawa kita pada era revolusi industri atau yang
biasa kita sebut dengan era 4.0 (four point zero). Pada tahun 2017
sebagai detik-detik masa generasi millenial berakhir dan mengawali tahun 2018
dengan masuknya pada era baru yang serba canggih dan semakin banyak persaingan
baik dalam aspek ekonomi, politik, sosial dan budaya serta aspek lainnya. Era
revolusi industri membawa berbagai kemajuan, generasi yang lahir dalam era ini
dapat kita sebut dengan generasi Z. Dalam realita saat ini, tidak dapat
dipungkiri lagi bahwa media dan teknologi serba mudah didapatkan serta diakses
oleh semua orang. Passalnya, media search commercial semacam Youtube,
Google, Yahoo, dan yang lainnya sudah mampu digunakan oleh anak-anak
pada usia dalam rentan 2-7 tahun. Perlu kita ketahui bahwa, Negara maju seperti
China saja yang notabenenya sebagai salah satu Negara produsen berbagai produk
kosmetik, tekstil, maupun gadget telah mencanangkan bahwa anak dibawah usia 10
tahun tidak diperbolehkan menggunakan handphone maupun gadget lainnya. China
merupakan salah satu negara maju yang bisa dibilang sukses untuk memproduksi
berbagai macam produk serta negara kita sendiri masih banyak yang mengimpor
berbagai produk dari China. “Jika dii negara tersebut saja ada peraturan
bagi anak-anak yang dibawah usia 10 tahun agar tidak menggunakan gadget
terlebih dahulu, lalu mengapa di negara kita yang rata-rata menjadi konsumen
tidak dapat memilah dan memilih mana saja yang dapat menghancurkan peradaban?”.
Begitu pula dengan lembaga pendidikan mulai dari SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA/SMK
yang merupakan tempat menuntut ilmu bagi anak
didik juga pastii memerlukan sumeber daya manusia (SDM) yakni guru yang
berkompeten dalam bidangnya yang pun juga harus menguasai kemajuan teknologi
dengan membuat variasi pembelajaran dengan menggunakan media dan alat
pembelajaran yang relevan dengan materii pembelajaran yang disampaikan sesuai
dengan perencanaan pembelajaran yang telah dibuat serta agar menciptakan suasana
belajar yang aktif dan kondusif serta bermakna bagi anak didik. Faktanya, pada
saat ini yang perlu kita pertanyakan adalah “Bagaimana peran guru dalam
memanfaatkan media dan teknologi sebagai penunjang proses belajar mengajar di
kelas saat ini?”.
Pada
saat ini, tidak hanya guru yang dituntut untuk menguasai teknologi namun para
orang tua pun juga perlu mempelajari teknologi yang semakin canggih ini sebagai
alat komunikasi guna mengontrol perkembangan anak saat di sekolah. Sebagian
besar guru atau wali kelas saat ini, memanfaatkan aplikasi WhatsApp Group
sebagai penunjang komunikasii dengan wali murid sendiri agar memudahkan
menyampaikan dan memberi laporan terkait perkembangan anak didik selama belajar
di sekolah secara rutin. Begitu pula yang ada di tingkat MI-MTs-MA yang ada di
Pondok Pesantren Darul Fikri yang juga memanfaat WhatsApp Group sebagai
penunjang komunikasi antara wali kelas dengan wali santri. Jadi, tidak perlu ditakutkan adanya miss
komunikasi. Selain sebagai wadah berkomunkasi dengan media teknologi yang
semakin canggih, problematika yang masih terus menghantui para pendidik di
seluruh sekolah yaitu “Krisis membaca siswa atau santri”. Apa yang
salah? Dengan berbagai kemajuan teknologi yang ada, kita dapat mengakses dengan
mudah seperti akses internet yang pun juga mudah ditemukan dimana-mana. Koneksi
internet merupakan jaringan yang dapat menyambungkan gadget dengan internet
seperti jaringan internet di handphone atau gadget lainnya, WiFi, Hotspot, dan
lainnya. Dapat kita lihat, bagaimana siswa kelas rendah pun sudah dapat
mengakses internet dengan mudah dan terlihat mahir. Peran guru dan orangtua
sangat diperlukan untuk mengontrol tontonan atau apapun yang diakses anak
ketika ia membuka atau sekedar sedang bermain handphone. Saat ini memang sudah
banyak aplikasi pegiat literasi guna membantu para pelajar untuk mengakses
dengan mudah buku atau bahan bacaan sebagai referensi yang mereka butuhkan
seperti Ipusnas, Google Book atau search scholarly seperti
Google Scholar, DOAJ, yippy.com, dogpile.com dan
lainnya. Literasi informasi merupakan kemampuan untuk mengetahui kapan ia butuh
informasi agar dapat mengidentifikasi, menemukan, mengevaluasi dan secara
efektif menggunakan informasi tersebut untuk masalah yang tengah dihadapi.[1] Perlu kita sadari, bahwa media dan teknologi
merupakan satu-kesatuan secara sistematis yang dapat memengaruhi berbagai aspek
kehidupan manusia. Media yang tepat sebagai penunjang untuk memanfaatkan
teknologi yang serba terupgrade dengan berbagai fitur yang ada. Pemerintah pun
sudah banyak memberikan tempat bagi pelajar agar giat membaca dengan memudahkan
untuk mengakses secara publish semacam aplikasi Ipusnas atau
Perpustakaan Nasional RI yang juga dapat diakses melalui website resmi di Https://www.perpusnas.go.id/.
Gedung Perpustakaan Nasional RI juga secara resmi telah dibuka oleh Presiden RI
pada tanggal 14 September 2017 yang terletak di Jl. Medan Merdeka Sel. No. 11, Jakarta
Pusat yang terdiri dari 24 lantai. Sebagai lembaga pendidikan yang berbasis
pesantren, Pondok Darul Fikri secara nyata sudah memberikan sarana Laboratorium
untuk para santri dapat juga mempelajari teknologi guna tidak tertinggal.
Namun, dari segi fungsional laboratorium yang ada tidak dapat sepenuhnya untuk
memenuhi kebutuhan para santri untuk belajar lebih terkait teknologi kecuali
mereka sendiri yang memiliki kemauan dan ketertarikan dengan teknologi itu
sendiri yang akan berusaha belajar dengan mencari celah atau waktu untuk
meminta diajari oleh ustadz yang mahir dalam bidang tersebut.
1.
Minat baca di Jawa Timur menduduki peringkat sedang
2.
Tidak adanya pengaruh dari gender dalam minat dan
habituasi dalam membaca, melainkan profesi, akademik dan sallary terbukti
dapat mempengaruhi minat baca masyarakat secara signifikan
3.
Ada keterkaitan antara pekerjaan, tingkat pendidikan
dan usia dengan minat maupun kebiasaan membaca
4.
Profesi, akademik dan penghasilan memiliki sumbangsih
terhadap minat baca masyarakat
Indonesia menempati urutan ke 60 dari 61
peringkat dunia terkait kebiasaan dan minat membaca pada masyarakat. Budaya
membaca merupakan pondasi penting bagi generasi penerus bangsa yang harus mampu
bersaing dalam pasarinternasional baik dalam lingkup ekonomi, pendidikan,
politik dan sebagainya. Seiring berjalannya waktu, teknologi yang semakin
canggih membuat manusia dapat dengan mudah mengakses jaringan ionternet
dimanapun ia berada.
Realita yang ada di pondok pesantren Darul
Fikri yakni santri maupun snatriwati diarahkan untuk sering membaca buku
pelajaran pondok dan keagamaan. Para santri yang kadang juga jenuh sebagian
besar sering diam-diam untuk membaca karya sastra berupa novel, komik dan
sejenisnya. Tak heran jika ketika masa perpulangan para santriwati lebih senang
mengakses aplikasi yang menyediakan cerita fiksi dan non-fiksi yang dkemas
dengan menarik di Wattpad. Aplikasi tersebut, merupakan aplikasi untuk
membaca ataupun dapat menulis sendiri kisah atau cerita yang ingin dibaca
maupun dibuat oleh pengguna. Sebagian besar penulis wattpad merupakan penulis
terkenal hingga amatiran semua dapat mengunggah karyanya secara publish di
aplikasi tersebut. Namun, saat ini banyak dari orang-rang yang mulai suka
dengan hidup praktis, tidak ingin terlalu konvensional dengan membaca buku
secara offline atau langsung, mereka lebih suka membaca online melalui artikel
di web, atau hanya sekedar melihat review jurnal nasional maupun internasional
untuk mengetahui garis besar dari isi jurnal tersebut. Era digital seperti
sekarang, membuat anak didik pun menjadi malas berpikir dan dengan praktis
ketika mengerjakan setiap PR langsung memanfaatkan Google. Mereka seakan
sudah tidak ingion bersusah payah untuk mau membaca buku paket maupun
panduannya terlebih dahulu. Media literasi informasi semakin berkembang di
masyarakat, namun kesadaran untuk membaca sendiri belum tumbuh dengan baik di
masyarakat.
Dalam menumbuhkan budaya membaca dan minat
baca pada masyarakat perlu usaha yang sangat ekstra dari berbagai kalangan.
Dalam hal ini, kita harusnya peka terhadap kemajuan dan perkembangan peradaban.
Semua yang ada seakan sudah tidak lagi bergantung pada buku, karena sudah
tersedianya secara akurat berita maupun informasi melalui TV, majalah nasional
maupun alat teknologi lainnya. Remaja yang sebagian banyak waktunya dihabiskan
dengan gadgetnya harus selalu diawasi dan dikontrol terkait kemampuan membaca
teks panjang semacam buku, surat kabar, artikel jurnal, majalah dan lainnya.
Menurut Sudjana dan Rivai, mengemukakan bahwa pada sebuah proses pembelajaran,
variasi pembelajaran dengan menggunakan media yang inovatif sangat diperlukan
oleh guru, seperti melalui media komik. Pada dasarnya media tersebut dapat
membantu mendorong siswa serta membangkitkan minat baca siswa pada
pembelajaran. Media komik juga dapat berperan sebagai sarana pengembangan
kemampuan berbahasa, kegiatan seni, pernyataan kreatif dalam bercerita,
dramatisasi, bacaan, penulisan, melukis, menggambar serta membantu mereka
menafsirkan dan mengingat isi materi bacaan dari buku teks.[3]
Pada setiap lembaga pendidikan harusnya
membuat sebuah peraturan penting untuk meluangkan waktu khusus dalam
mengerahkan para siswa untuk membaca dan mereview ataupun sekedar membaca buku.
Dari sebagian besar penerbit juga sering mengadakan event workshop menulis,
maupun pemerintah dapat membuat perlombaan menulis secara rutin yang melibatkan
sekolah, perpustakaan, universitas dan lingkup akademisi dan penerbit.
Pemerintah juga dapat mengapresiasi karya anak bangsa dengan memberikan
beasiswa atau prestise yang lain.
Membaca merupakan sebuah kegiatan yang
memiliki banyak dampak positif terhadap tubuh manusia, menurut Dr. C. Edward
Coffey[4] yang membuktikan bahwa hanya dengan seseorang
membaca buku, maka akan tercegah dari “Demensia” yang merupakan penyakit saraf
dan bisa menjadikan seseorang pikun. Membaca dapat menumbuhkan dendrit sehingga
mengganti sel-sel otak, dendrit merupakan salah satu neuron. Selain itu,
membaca juga memiliki manfaat yang lebih ekstrinsik seperti:
1.
Menambah wawasan dan pengetahuan
2.
Bertambahnya pengetahuan kita akan menjadikan ilmu
kita bisa bermanfaat untuk dibagikan pada orang lain
3.
Semakin berilmu, maka setiap orang menjadi semakin
bijaksana
4.
Menjadi sebuah sarana da’wah yang menjadikan amal yang
tidak terputus
5.
Dibukanya pintu surga bagi orang-orang penuntut ilmu
dengan sungguh-sungguh. Sebagaimana Rasulullah bersabda,
“Siapa yang menempuh jalan dalam rangka
menuntut ilmu, maka Allah akan mudahkan ia jalan menuju surga. Sunnguh, para
malaikat mengepakkan sayap-sayap mereka karena ridha dengan penuntut ilmu.
Sungguh orang-orang ‘alim dimintakan ampun oleh makhluk di langit dan di bumi
hingga ikan di laut”
6.
Melatih pola pikir dan konsentrasi, karena membaca
dapat mengaktifkan kembali sel-sel otak yangmenjadikan manusia menjadi lebih
fokus.
7.
Membaca dapat membuka jendela dunia
8.
Membaca dapat meningkatkan kreatifitas, imajinatif,
mengurangi tingkat stress terutama membaca buku fiksi. Menurut penelitian, Ahli
di Sussex University, Amerika Serikat membuktikan bahwa membaca sebelum dapat
mengurangi kadar stress hingga 68%.
Membaca merupakan kebutuhan, anak harus
disadarkan akan hal tersebut. Membaca akan membuka jendela dunia. Tidak ada
orang yang terampil menulis jika tidak pernah membaca. Para santri di Pondok
Dareul Fikri seakan sudah membiasakan diri untuk membaca. Berbagai buku mereka
telan dengan baik, serta organisasi yang ada di dalam pondok seperti OPDAF
(Organisasi Pelajar Darul Fikri) yang pun sering mengadakan lomba pidato 3
bahasa (Indonesia, Arab dan Inggris), menulis cerpen, story telling, dan
lain sebagainya.
Secara kontekstual, dalam setiap mengikuti
berbagai kajian para santri tidak lupa membawa catatan kecil untuk menulis
poin-poin yang dianggap penting. Begitu pula, kegiatan para santri yang dimulai
dengan membaca ayat suci al-Qur’an dan menghafalkannya. Budaya literasi sudah
berjalan dengan baik, namun peran media informasi dan teknologi yang semakin
canggih kurang mendukung. Fasilitas sepertiperpustakaan dan laboratorium yang
ada belum berjalan dengan baik. Baru-baru ini mahasiswa jurusan pendidikan guru
madrasah ibtidaiyyah di kelas c Universitas Muhammadiyah Ponorogo, mulai
kembali menghidupkan perpustakaan pondok pesantren Darul Fikri dengan menata
ulang, mengklasifikasikan, memberi nomor, membuat buku peminjaman dan pengembalian serta
memodifikasi tempat yang ada menjadi lebih menarik dengan menambahkan mading di
tengah-tengah ruangan perpustakaan guna membangkitkan semangat para santri
untuk giat membaca.
Jadi, bagi para santri harus lebih aktif dan
peka terhadap perubahan peradaban. Teknologi dan informasi yang kian maju harus
menuntut para santri tidak GAPTEK serta mampu menguasai atau memahami
teknologi. Para santri dan asatidz/asatidzah juga harus lebih semangat lagi
dalam memotivasi parasantri mengikuti event perlombaan menulis, maupun
olimpiade nasional dan essay. Para santri harus benar-benar sudah dikenalkan
tentang budaya literasi agar minat baca di pondok Darul Fikri juga kian
meningkat.
Referensi
Abdul Rahman Saleh, Janti G. Sujana, Ratnaningsih, I.
E. (2017) Literasi Informasi, Perpustakaan Institut Pertanian Bogor,
p. 6.
Darmono
(2009) “Minat dan Kebiasaan membaca Masyarakat Jawa Timur,” Perpustakaan
Digital Universitas Negeri Malang.
LI
Zhanfang, Y. C. (2014) “Reading-to-write: A Practice of Critical Thinking,” Journal
of Arts and Humanities, 03 Nomor 5(ISSN 2167-9053), p. 67.
Saputro,
A. D. (2015) “Aplikais Komik Sebagai Media Pembelajaran,” Muaddib, 05
Nomor 1, p. 3.
Komentar
Posting Komentar