Pengembangan Kurikulum Matematika MI/SD
Pengembangan
Kurikulum Matematika MI/SD
Oleh:
Amirothul
Maulidyana NIM. 16150258
Ratna Erva
Reviyanti NIM. 16150263
Mahasiswa S1
Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyyah
Universitas
Muhammadiyah Ponorogo
A.
Pendahuluan
Pendidikan di Indonesia telah mengalami
beberapa kali perubahan kurikulum dari waktu ke waktu. Perubahan yang terjadi
tidak serta merta berganti begitu saja, namun hal tersebut telah mengalami
beberapa pertimbangan (kajian) yang cukup matang dari berbagai kalangan
pendidik bahkan praktisi pendidikan serta menjadi perhatian penuh pemerintah.
Pendidikan nasional harus bisa menjadi penjamin mutu dan efisiensi manajemen
lembaga pendidikan dan pemerataan kesempatan untuk mengenyam pendidikan bagi
semua anak di Indonesia. Di era revolusi industri, pendidikan nasional juga
dituntut untuk menjadikan anak agar mampu dalam hal olah pikir, olah hati, olah
rasa, dan olah raga untuk menghadapi tantangan global yang tengah dan akan
terjadi. Dalam implementasi pendidikan, kurikulum menjadi payung (pedoman)
untuk menjalankan proses belajar mengajar di sekolah. Sebagaimana pengertian
kurikulum itu sendiri yang merupakan pedoman, pegangan, patokan dari suatu
perencanaan untuk melakukan proses transfer ilmu dari pengajar kepada
pembelajar.[1] Namun,
kurikulum sendiri bersifat elastis (mudah berubah). Artinya, di Indonesia
sendiri, kurikulum yang berlaku bisa jadi hanya formalitas belaka. Setiap
sekolah atau lembaga pendidikan lainnya masih bisa mengembangkan lagi
indikator-indikator di dalam membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran harian
atau mingguan (RPPH/RPPM) sesuai dengan kemampuan guru dan sekolah.
Pendidikan nasional dibagi menjadi delapan
standar nasional, diantaranya; standar isi (SI), standar proses (SP), standar
kompetensi kelulusan (SKL), standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar
sarana dan prasarana, standar pengelolaan, satndar pembiayaan, dan standar
penilaian pendidikan yang telah tertuang dalam implementasi Undang-undang Nomor
20 Tahun 2003.[2] Kurikulum yang
berlaku pada tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah dikembangakan oleh
sekolah, komite sekolah dan berpedoman pada standar kompetensi kelulusan,
standar isi, serta panduan penyusunan
kurikulum yang dibuat oleh BSNP. Dalam hal ini, kurikulum memiliki empat
komponen penting yaitu komponen tujuan, isi kurikulum, metode atau strategi
pencapaian tujuan, dan komponen evaluasi. Semua komponen tersebut memiliki
kesinambungan antara satu dengan yang lain. Dalam kurikulum pasti memuat suatu
tujuan yang ingin dicapai dalam suatu sistem pendidikan dimana tujuan tersebut
merupakan sebab terlaksananya kegiatan belajar mengajar.
Perkembangan kurikulum mata pelajaran
matematika sendiri sudah tertuang di dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nomor
22 Tahun 2006 tanggal 23 Mei 2006 untuk satuan tingkat pendidikan dasar dan
menengah mata pelajaran matematika tentang (standar isi) bahwa, Mata
pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari
sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis,
analitis, sistematis, kritis dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama.
Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam
berbagai disiplin, dan memajukan daya pikir manusia. Untuk menguasai dan
mencipta teknologi di masa depan, diperlukan penguasaan matematika yang kuat
sejak dini. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki
kemampuan memperoleh mengelola dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup
pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan kompetitif. Matematika
baiknya dimulai dengan contextual problem atau pengenalan masalah yang
relevan dengan situasi yang terjadi pada saat itu, peserta didik mulai belajar
memahami konsep matematika.
B.
Tujuan
Kurikulum
Dalam sebuah proses yang dilakukan pasti akan
membuahkan sebuah hasil sesuai yang diharapkan, begitu pula hal tersebut berkaitan
dengan komponen tujuan dari kurikulum itu sendiri. Dalam skala mikro, kurikulum
memiliki tujuan yang lebih sempit seperti tujuan proses pembelajaran, tujuan
setiap mata pelajaran yang berkaitan dengan visi dan misi sekolah. Dalam
kurikulum sendiri, matematika memiliki tujuan agar peserta didik dapat memiliki
kemampuan dalam memahami konsep matematika, menggunakan penalaran pada pola dan
sifat, memecahkan masalah, mengomunikasikan gagasan dengan symbol, tabel,
diagaram atau media lain dalam menjabarkan suatu masalah, memiliki sikap
menghargai keguanaan matematika dalam kehidupan dengan timbulnya rasa ingin
tahu dalam mempelajari matematika.[3]
C.
Sejarah
Perkembangan Kurikulum Pembelajaran Matematika di Indonesia
Pendidikan di Indonesia setiap masa akan
selalu mengalami perkembangan, terutama dalam pergantian kurikulum dari masa ke
masa. Kurikulum menjadi acuan tolak ukur dalam menjalankan proses pembelajaran
serentak. Kurikulum telah beberapa kali mengalami perubahan seperti diketahui
bahwa sebelum adanya kurikulum 2013, maka berikut proses perkembangan kurikulum
yag telah terjadi di Indonesia.
1.
Kurikulum Tahun 1968
Pada tahun 1968, kurikulum yang berlaku adalah
correlated subject curriculum. Jumlah mata pelajaran untuk SD/MI 10
bidang studi, SMP/MTs 18 bidang studi, dan SMA jurusan A 18 bidang studi; B
sebanyak 20 bidang studi; C sebanyak 19 bidang studi. Kelas penjurusan di SMA
dilakukan pada kelas XI.
Pada kurikulum 1968, pembelajaran matematika
tentang Geometri lebih menekankan pada kemampuan berhitung luas atau volume
bangun datar dan ruang saja, sehingga tidak mengaitkan dengan bagaimana
rumus-rumus untuk perhitungan itu diperoleh. Aspek kognitif anak banyak
dituntut dalam hal ini, anak diharuskan menghafal daripada memahami pengertian.
Semua pembelajaran bertumpsu pada hafalan, kurang memberikan peluang bagi anak
untuk merasa termotivasi atau menumbuhkan rasa ingin tahunya. Pembelajaran
matematika juga menekankan pada perhitungan dan hasil dari perhitungan, tidak
pada memahami sebuah konsep dari suatu materi, semua bersifat mekanis sehingga
kurang, memperhatikan aspek kontinuitas materi.
2.
kurikulum Tahun 1975
Pada tahun 1975 kurikulum yang berlaku
bersifat integrated curriculum organization. Pada kurikulum ini,
pendidikan tingkat SD/MI memiliki 1 struktur program yang terdiri atas 9 bidang
studi. Jumlah mata pelajaran pada tingkat SMP dan SMA menjadi 11 bidang studi.
Penjurusan yang dilakukan pada SMA dimulai awal semester dua dengan
pengklasifikasian; IPA, IPS, dan bahasa. Pada kurikulum ini jumlah bidang studi
lebih sedikit pada setiap jenjang serta adanya pemisahan materi antara ilmu
hayat (IPA) dengan ilmu ukur, aljabar.
Dalam kurikulum 1975 diperkenalkan
materi baru yaitu geometri, himpunan, statistika, probalitas, relasi, sistem,
numerasi kuno dan penulisan lambang bilangan non desimal. Adanya konsep-konsep
baru yang berkembang seperti penggunaan himpunan, pendekatan pengajaran
matematika secara spiral dan pengajaran geometri dimulai dengan himpunan.
Berbeda halnya dengan kurikulum 1968 yang lebih menekankan pada hafalan, kurikulum
1975 lebih mengutamakan pada pengajaran yang bersifat pemecahan masalah
sehingga adanya kesinambungan dalam penyajian bahan ajar antara sekolah dasar
dengan sekolah lanjutan.
Metode pengajaran banyak
berkembang dengan berbagai penemuan maupun pemecahan masalah dengan teknik
diskusi. Sistem pembelajaran pada kurikulum ini berpusat pada siswa. Upaya
untuk melakukan pembelajaran matematika dengan menarik dapat melalui games,
teka-teki, atau outdor learning.
3.
Kurikulum Tahun 1984
Problematika yang
terjadi pada kurikulum sebelumnya yakni terlalu padatnya isi kurikulum yang
harus diajarkan hampir disetiap jenjang serta adanya pengadaan program studi
baru di SMA untuk memenuhi kebutuhan perkembangan lapangan kerja. Maka, dengan
adanya kurikulum 1984 merupakan pengintregasian beberapa kurikulum sebelumnya.
Kurikulum ini bersifat content based curriculum. Program pelajaran di
SD/MI mencakup 11 bidang studi, SMP menjadi 12 bidang studi, SMA menjadi 15
bidang studi untuk program inti; 4 bidang studi untuk program pilihan (ilmu
fisika, ilmu biologi, ilmu sosial, ilmu budaya dan ilmu agama). Penjurusan
dilakukan di kelas 2 SMA. Kurikulum ini menggunakan pendekatan keterampilan
proses dimana yang berdasarkan tingkat kesiapan atau kematangan siswa.
Kurikulum 1984 berorientasi pada tujuan instruksional yakni pendekatan
pengajaran berpusat pada anak didik melalui cara belajar siswa aktif (CBSA).
Materi pengajaran dikemas menggunakan pendekatan spiral yaitu menanamkan
pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan latihan.
4.
Kurikulum Tahun 1994
Konsep yang dipakai
sebelumnya yakni CBSA secara teoritis bagus namun, hasil uji coba yang
dilakukan diberbagai sekolah banyak mengalami penurunan. Banyak sekolah yang
kurang memahami konsep CBSA sehingga ruang kelas terlihat gaduh karena siswa
berdiskusi, ada tempelan gambar di sudut-sudut kelas dan guru tak lagi mengajar
dengan model ceramah. Pada kurikulum ini guru sangat dimudahkan dalam membuat
bahan pembelajaran maupun pelaksanaanya karena, materi telah disiapkan dalam
file kurikulum. Penilaian yang dilakukan guru juga sangat mudah karena berbasis
materi pengetahuan.
Kurikulum 1994 memiliki
bahan ajar dari beberapa mata pelajaran yang kurang sesuai dengan waktu belajar
yang disediakan serta kurikulum yang ada tidak dapat mendukung dalam
memanfaatkan hasil belajar siswa guna mengembangkan potensi daerahnya.
Kurikulum ini mempunyai urutan yang logis dan sistematis. Namun, masih ada
beberapa bahan ajar yang tidak sistematis dan tidak logis sehingga terjadi
pemborosan.
5.
Kurikulum Berbasis Kompetensi Tahun
2004 (KBK)
Kurikulum ini
dikembangkan berdasarkan kompetensi tertentu pada kurikulum ini pembelajaran
berpusat pada anak sebagai pengembang pengetahuan. Prinsip-prinsip dalam KBK
yaitu; penguatan integritas nasional, keseimbangan etika; logika; estetika dan
kinestetika, kesamaan memperoleh kesempatan, abad pengetahuan dan teknologi
informasi, pengembangan keterampilan
berpusat pada anak dengan penilaian yang kontinu dan komprehensif.
Cakupan materi untuk SD dalam kurikulum ini ada 6; bilangan, geometri dan
pengukuran, pengolahan data, pemecahan masalah, serta penalaran dan komunikasi.
Cakupan pada materi SMP meliputi; bilangan, aljabar, geometri dan pengukuran,
peluang dan statistika, pemecahan masalah, serta penalaran dan komunikasi.
Cakupan materi pada SMA meliputi: bilangan, aljabar, geometri dan pengukuran,
trigonometri, peluang dan statistika, kalkulus, logika matematika, pemecahan
masalah, serta penalaran dan komunikasi. Kurikulum berbasis kompetensi ini
secara garis besar mencakup 3 komponen: kompetensi dasar, materi pokok, dan
indikator pencapaian hasil belajar.
6.
Kurikulum KTSP 2006
Pengembangan kurikulum KTSP lebih menekankan
pada pilar keimanan, memahami dan menghayati, melaksanakan secara efektif,
belajar hidup bersama, menemukan jati diri melalui proses belajar aktif,
kreatif, efektif dan menyenangkan (BSNP 2006). Standar kompetensi dan
kompetensi dasar matematika dalam file kurikulum KTSP 2006 disusun sebagai
landasan pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan tersebut di atas. Hal
tersebut juga dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan matematika dalam
pemecahan masalah dan mengkomunikasikan ide atau gagasan dengan menggunakan
symbol, tabel, diagram dan media lain.
Dalam kurikulum ini, menekankan bahwa
pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai
dengan situasi (contextual problem). Artinya, pembimbingan guru kepada siswa
secara langsung dapat meningkatkan keefektifan pembelajaran. Sekolah diharapkan
menggunakan teknologi, informasi dan komunikasi seperti komputer rumah, alat
peraga atau media lainnya guna mendukung pembelajaran matematika secara
inovatif dan kontekstual. .
D.
Pembelajaran
Matematika dalam Kurikulum Saat Ini
Pada
kurikulum saat ini yaitu kurikulum 2013 yang dikembangkan untuk meningkatkan
dan menyeimbangkan kemampuan soft skills dan hard skills yang
berupa afeksi, psikomotor dan kognisi.[4] Struktur pada
kurikulum ini ada sedikit perubahan dibandingkan dengan KTSP. Perubahan
tersebut terletak pada bentuk mata pelajaran serta alokasi waktu belajar yang
dibebankan pada peserta didik, baik untuk SD/MI, SMP/Mts, SMA/ MA. Pada
struktur kurikulum di SD/MI terdiri dari 8 mata pelajaran yang berbagi menjadi
2 kelompok yakni: kelompok A dan
kelompok B. kelompok A adalah kelompok mata pelajaran yang memberikan orientasi
kompetensi pada aspek kognitif dan afektif seperti pada mata pelajaran:
pendidikan agama dan budi pekerti, pendidikan pancasila dan kewarganegaraan,
bahasa Indonesia, matematika, IPA dan IPS. kelompok B adalah mata pelajaran
yang menekankan pada aspek afektif da psikomotorik seperti kesenian dan olahraga.[5]
E.
Kurikulum
Nasional
Implementasi kurikulum saat ini menuntut siswa
untuk aktif, inovatif dalam memecahkan masalah yang dihadapi, bersifat
konstektual dan standar penilaian mengarah kepada penialaian berbasis
kompetensi. Problem saat ini adalah masih kurangnya penguasaan materi oleh
siswa menyebabkan rendahnya minat belajar siswa untuk belajar matematika. Dalam
hal ini upaya yang dilakukan adalah sebagaimana yang dikemukakan oleh (1991)
bahwa terdapat banyak siswa yang setelah belajar matematika, bagian yang
sederhanapun tidak dipahami, banyak konsep yang dipelajari secara keliru, dan
matematika dianggap sebagai ilmu yang sukar, ruwet dan bayak memperdayakan.
Kesulitan semacam ini tidak semata-mata bersumber dari siswa akan tetapi bisa
jadi dari cara penyampaian materi yang dilakukan guru tidak menarik. Kurikulum
2013 menekankan pada pendekatan yang berpusat pada siswa. Jadi seorang guru
harus mampu membangkitkan minat semua siswa terhadap pelajaran yang diajarkan.
Seorang guru harus dapat merekayasa sistem pembelajaran dengan strategi yang
bervariasi serta melibatkan siswa secara aktif. Kesalahan guru saat ini adalah
kurangnya memperhatikan partisipasi siswa.
Dalam membangkitkan minat siswa dalam
mempelajari matematika, adalah:
1. Sajikan
kegiatan belajar yang variatif, dalam penyampaian materi yang menarik dan
menimbulkan suasan baru. Misal; games, diskusi kelompok, atau pemberian
tugas rumah sebagai variasi kegiatan belajar.
2. Sampaikan
tujuan pembelajaran dengan jelas agar mudah dipahami siswa sehingga siswa dapat
tertarik denga materi yang dipelajari dari tujuan pembelajaran yang sudah
dijelaskan guru.
3. Guru harus
mengetahui macam-macam metode pembelajaran dengan menggunakan variasi metode
pembelajaran yang ada agar membawa pada suasana kelas yang menyenangkan.
4. Memahamkan
siswa mengenai manfaat keterkaitan dengan materi yang akan dipelajari dan
menyampaikan masalah kontektual yang berkaitan dengan materi yang dipelajari
agar siswa lebih memaknai kegunaan belajar matematika.
5. Memberi
kesempatan siswa untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan belajar, memberikan
apresiasi pada siswa berupa rewards walaupun hasil yang diperoleh belum
sesuai harapan.
F.
Kesimpulan
Perkembangan matematika mulai
berkembang dari matematika tradisional yang begitu sederhana, hingga munculnya
teori pembelajaran dari para ahli psikologi yang mempengaruhi pembelajaran
matematika dengan mengeluarkan kurikulum baru dari pemerintah. Perkembangan
kurikulum oleh perkembangan teknologi. Faktanya diera 1980 an teknologi
kalkulator dan komputer merebak dipasaran hingga akhirnya pemerintah
memberlakukan kurikulum baru yaitu kurikulum 1994. Prinsip dasar dari kurikulum
yakni siswa mampu mempelajari apa saja, hanya waktu yang membedakan mereka
dalam ketuntasan belajar.
Daftar Pustaka
Fadillah, Nur. Implementasi Kurikulum 2013 Dalam
Pembelajaran SD/MI, SMP/MTs, SMA/MI. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014.
Majid, Abdul. Pembelajaran Tematik Terpadu.
Bandung: PT Remaja RosdaKarya, 2014.
Dimyati, and Mudjiono. Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional No 22 Tahun 2006. Jakarta: Depdiknas, 2006.
Sukmadinata, Nana Syaodih. Pengembangan
Kurikulum: Teori Dan Praktek. Bandung: Remaja RosdaKarya, 2005.
Wahyudi, and Kriswandani. Pengembangan
Pembelajaran Matematika. Salatiga: Widya Sari Press, 2013.
[1]
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan
Kurikulum: Teori Dan Praktek (Bandung: Remaja RosdaKarya, 2005).
[2]
Dimyati Mudjiono, Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional No 22 Tahun 2006 (Jakarta: Depdiknas, 2006).
[3]
Wahyudi and Kriswandani, Pengembangan
Pembelajaran Matematika (Salatiga: Widya Sari Press, 2013).
[4]
Nur Fadillah, Implementasi Kurikulum
2013 Dalam Pembelajaran SD/MI, SMP/MTs, SMA/MI (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,
2014).
Komentar
Posting Komentar