JANGAN DENDAM, TETAPI MAAFKANLAH


Dendam tapi Berpahala?
Inilah 5 pilarnya


H
idup di era modern seperti sekarang adalah sebuah ujian dan cobaan yang sangat amat berat. Mengapa saya katakan demikian? Karena pada era sekarang, segala hal terkait dunia sudah banyak dipolitisasi, baik diberbagai bidang. Politisasi sendiri, tidak harus digunakan dalam ranah hukum dan politik saja, di era masa kini segala kebutuhan masyarakat pun sudah dipolitisasi. Kasus suap-menyuap yang marak terjadi baik di kalangan pejabat sampai pada rakyat kecil. Sebetulnya, jika dikaitkan dalam dunia politik, politisasi adalah sebuah pergerakan para politis untuk mencari keuntungan bagi dirinya sendiri dalam mengunggulkan setiap partai yang dikaderinya. Entahlah, berapa banyak rakyat miskin yang menjadi jajahan para pejabat tinggi demi menaikkan pamor dan tingkatan kepada kedudukan yang lebih tinggi. Di dunia sekarang ini, minim ketulusan. Rasa tulus dari setiap orang yang mulai terkikis oleh peradaban dan kebutuhan.

Kebaikan yang terjadi hanyalah sebuah kebohongan yang tertutupi. Ya, percaya atau tidak, kasus saling menjatuhkan sesama partai dan pembunuhan kerap terjadi karena adanya dendam berkelanjutan. Ya, mengapa saya bahas mengenai politik terlebih dahulu? Karena dalam politik setiap kejahatan dalam setiap parlemen selalu menjadi santapan hangat baik bagi pengamat politik, maupun masyarakat yang peduli dengan bangsa ini di setiap media cetak atau televisi. Maka dari itu, segala hal baik dari sebuah kebaikan dan kejahatan di dalam Islam sendiri semua sudah ada balasannya masing-masing. So, be positif to everything in your life (Khusnudzon) itulah satu-satunya jalan dan cara ampuh dalam meraih pahala dikala dendam muncul di dalam dada.

Bicara masalah dendam nih ya? sebetulnya dendam itu apa sih?. Nih ya, dendam itu adalah sebuah penyakit hati yang dipupuk terus menerus hingga dapat berujung menjadi suatu kebencian, sehingga jika dalam berita-berita politik yang sering kita tonton adalah bermula dari hal tersebut. Ya, hati mereka telah sakit.


Dalam tulisan Ibnul Qayyim pernah mengatakan bahwa ada 3 hal dalam pengkalsifikasian hati, diantaranya:
1.      Qalbun Salim, yakni hati yang selamat. Disini, hati yang bersih yang selalu terjaga dari noda hati yang berkelanjutan. Orang-orang yang memiliki hati ini akan selamat pada hari kiamat. Sebagaimana firman Allah dalam Qs. Asy-Syu’ara/26: 88-89,
يَومَ لَا يَنفَعُ مَالَا وَلَابَنُونَ (٨٨) اِلَّامَن أَتَى اللَّهَ بِقَلبٍ سَلِيم (٨٩)
            Artinya: “(Yaitu) di hari harta dan anak laki-laki tiada lagi berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.
Qalbun salim adalah hati yang bersih dan selamat dari berbagai syahwat yang bersebrangan dengan perintah dan larangan Allah, bersih dan selamat dari berbagai syubhat, tidak menyekutukan Allah, menjadikan Rasulullah sebagai hakim kehidupan, bertaqorrub serta bertawakkal hanya kepada Allah ‘Azza wa Jalla.
2.      Qalbun Maridh, yakni hati yang sakit, maksudnya adalah hatinya hidup akan tetapi sakit. Di dalam hati yang sakit ada kecintaan kepada nafsu, ambisius mengejar hal keduniawian, sering diliputi rasa dengki, takabbur, bangga diri, cinta pada jabatan dan senantiasa membuat kerusakan di muka bumi. Hal itulah yang menjadi asbab hati yang sakit dan binasa. Hati yang sakit tidak sepenuhnya berambisi pada hal keduniawian melainkan dalam hal ini, hati tersebut saling tarik ulur antara kebaikan dan kebathilan dan yang mendominasi hati yang sakit tersebut adalah segala hal buruk yang menyeru pada kenikmatan sesaat. Dapat disimpulkan bahwa hati yang sakit, apabila penyakit dalam hatinya kambuh, maka hatinya dapat menjadi keras dan mati, jika ia mengalahkan penyakit hatinya, maka hatinya menjadi sehat dan selamat.
3.      Qalbun Mayyit, yakni hati yang mati. Hati yang kosong dari kehidupan. Hati yang tidak pernah mengenal Rabbnya, serta tidak mau beribadah kepada-Nya. Hati yang telah mati akan selalu terjerumus pada kemaksiatan, ia lebih mementingkan syahwat dan hawa nafsu birahinya. Menjadikan dunia sebagai kenikmatan yang kekal, tidak mau menerima kebenaran, tidak pernah mau menerima nasehat baik dari sekelilingnya, dan ia menghambakan diri pada dunia bukan kepada Allah. Hati yang telah mati ibarat sebuah besi yang telah berkarat. Tak akan sampai hidayah Allah kepada orang-orang yang menolak pada kebenaran. Hawa nafsu menjadi alasan ia membenci dan mencintai sesuatu, sehingga ia menjadi buta dan tuli terhadap kebenaran yang datangnya dari Allah.
Allah menjelaskan ketiga pengkalsifikasian hati ini di dalam firman-Nya Qs. Al-Hajj: 52-54, yang artinya
Dan kami tidak mengutus sebelum kamu seorang rasul pun dan tidak (pula) seorang nabi, melainkan apabila dia mempunyai suatu keinginan, syeitan pun memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan itu, Allah menghilangkan apa yang dimasukkan oleh syeitan itu dan Allah menguatkan ayat-ayat-Nya. Dan Allah Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana, agar Dia menjadikan apa yang dimasukkan oleh syeitan itu, sebagai cobaan bagi orang-orang yang didalam hatinya ada penyakit dan yang keras hatinya. Dan sesungguhnya orang-orang yang dzhalim itu, benar-benar dalam permusuhan yang sangat, dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu meyakini bahwa al-Qur’an itulah yang Haq dari Rabbmu lalu mereka beriman dan tunduk hati mereka kepadanya, dan sesungguhnya Allah adalah pemberi petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus.”
Dari ketiga jenis hati tersebut dapat kita ketahui, yang manakah kondisi hati kita saat ini? Apakah hati kita sudah sehat, tengah sakit atau sudah mati? Na’udzubillah. Semoga hati kita senantiasa diliputi ketaatan pada perintah Allah dan menjauhi segala yang dilarang oleh-Nya.

Rasa dendam yang timbul akibat sebuah perlakuan atau perkataan orang lain yang sangat menyakitkan sehingga dapat menyakiti hati kita adalah perkara yang dapat membuat hati kita menjadi sakit. Apabila kita dapat memanage hati kita dengan baik, maka In syaa Allah apa yang akan kita dapatkan bukanlah rasa dendam atau pun benci, melainkan hati kita akan selamat dan merasakan ketenangan. Dalam kehidupan ini, Allah menciptakan manusia dengan beribu kepribadian dan karakter yang bermacam-macam, kunci dari segala perbedaan adalah saling memahami. Terkadang, banyak orang salah paham karena merasa lelah “Kenapa sih selalu aku yang salah?” , “Kenapa sih selalu aku yang harus minta maaf?”, “Aku kan nggak salah kenapa harus minta maaf? Dia yang udah nyakitin hati aku!”, atau “Aku capek kalo terus-terusan aku yang harus memahami dan minta maaf”, mungkin ungkapan dan statement sperti itu sering kita dengar tatkala orang lain tanpa sadar atau sengaja membuat kita sakit hati atas tindakan ataupun ucapannya. Orang yang mengatakan statement seperti demikian dapat saya katakan, ia belum bisa memahami orang-orang disekelilingnya, ia masih mementingkan rasa egonya yang tinggi sehingga enggan dan malah membuat tali persaudaraan terputus. Disini, dari pemaparan tiga jenis hati di atas, dapat kita simpulkan jika ingin hati kita selamat dari rasa iri, dengki, dendam atau pun benci, kita harus belajar untuk ikhlas dalam memaafkan, meski ini sudah keluar dari koridor kita berada di pihak yang benar atau salah. Sebagaimana seperti panutan umat Islam yakni Rasulullah Muhammad Shallallahu’alayhi wa Sallam yang senantiasa memiliki sifat pemaaf kepada siapa pun, bahkan pada orang-orang ynag berniat untuk membunuhnya, begitu indahnya akhlak Rasulullah ketika beliau dahulu sering dicaci, dihina akan tetapi beliau selalu membalas segala kejahatan dengan kebaikan. Nah, berikut akan saya jelaskan 5 pilar yang membuat rasa dendammu menjadi berpahala...

1.      Emosi yang terkendali (Emotional Control)
Jadi, disini sebelum kita mendogma bahwa kita telah sakit hati, maka ada baiknya kita belajar terlebih dahulu dalam mengendalikan emosi. Pada umumnya yang sering kita jumpai adalah banyak orang yang ketika disakiti karena ulah perbuatan atau ucapan orang lain langsung timbul dalam hatinya perasaan amarah yang tak bisa terkendali. Maka, lagi-lagi Rasulullah telah mencontohkan kepada kita umat muslim bahwasanya adab ketika marah adalah diam. Jika engkau dalam keadaan berdiri dan masih belum reda amarahmu, maka duduklah, jika masih belum reda pula, maka ambillah air wudhu. Rasulullah tak pernah mengajarkan kepada kita tentang berkata kasar, berdo’a mengenai hal-hal buruk pada orang yang telah menyakiti hati kita, atau bahkan membalasnya dengan keburukan pula. Memang, Rasulullah memperbolehkan apabila kita membalas perbuatan orang tersebut sesuai dengan apa yang telah ia perbuat kepada kita sebelumnya, akan tetapi sebaik-baik manusia adalah yang dapat saling memaafkan. Begitu indahnya pesan yang Rasulullah sampaikan pada umatnya. Hiduplah menjadi orang baik walau pun sering disakiti oleh banyak orang, baiknya untuk siapa? Ya, hanya untuk Allah. Allah tidak akan membebani hamba-Nya, melebihi batas kemampuannya kok buka Qs. al-Baqarah ayat 286,
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir".
Balasan itu tergantung amal, kalau amal yang dikerjakan baik, in syaa Allah hasilnya atau balasannya pun sama baiknya. Jika sebaliknya, maka yang didapat sama seperti yang telah dikerjakannya. Dalam hidup ini kita belajar untuk terus saling berpikir positif, berkhusnudzon, berbuat kebaikan, saling memahami dan masih banyak lagi. Ilmu kehidupan ini hanya berbicara masalah manajemen hati, sebenarnya simple saja, jika kita bisa mengendalikan hati dengan baik, maka in syaa Allah seluruhnya pun akan ikut baik.
Mengalah bukan berarti kalah, melainkan disitulah tingkat kedewasaanmu bisa diukur
 


                                                                                                 

Kendalikan emosi dengan selalu berbaik sangka pada takdir. Percayalah, setiap manusia itu tak akan pernah luput dari yang namanya dosa dan lupa. Boleh jadi orang-orang yang telah menyakiti kita kemarin dan hari ini pun sama mereka hanya manusia biasa, bahkan manusia akhir zaman seperti kita yang terkadang masih sering lalai dengan perintah Tuhan bahkan masih sering berbuat maksiat. Na’udzubillah. Maka, emotional control sangat diperlukan dalam memanajemen hati agar terhindar dari yang namanya penyakit hati (iri, dengki, dendam, benci, dan lainnya).

2.      Intropeksi Diri (Muhasabah)
Ketika banyak orang yang merasa sakit hati atas tindakan atau ucapan buruk orang lain terhadap dirinya, sangat sedikit dari mereka yang menyadari bahwa kejadian apa pun dalam kehidupan ini tak lain hasil dari tindakannya di masa lampau. Boleh jadi, kemarin, atau kemarin lusa atau minggu lalu, bulan lalu atau bahkan setahun yang lalu ada orang yang tak sengaja ia sakiti hatinya karena ucapan atau tindakannya pula. Jadi, kalau berbicara masalah duniawi memang ada beberapa kejadian yang Allah timpakan langsung balasan untuk orang tersebut di dunia ini. Maka, perlunya untuk intropeksi (Muhasabah) pada diri sendiri akan membuat kita semakin lapang dalam menerima kenyataan, bahwa Allah itu tak pernah mengirim orang-orang jahat dalam hidup kita jika tidak sebagai teguran atau ujian bagi hidup kita dalam meningkatkan keimanan.
Dalam kehidupan ini, setiap waktu adalah kesempatan terbaik untuk memperbaiki diri menuju lebih baik. Ada baiknya, setelah kita dapat intropeksi diri, maka itu semua harus diiringi pula dengan perubahan sikap dan ucapan-ucapan yang baik. Mana kala berbicara pada orang lain, maka harus berhati-hati agar tidak sampai menyakiti hatinya, karena kita pun tahu bagaimana rasanya jika hati kita disakiti oleh orang lain bahkan orang yang kita cintai. Berbicara masalah cinta sebetulnya di dalam Islam, cinta itu fitrah, ya... cinta kepada saudara sesama muslim. Jangan pernah menafsirkan cinta pada definisi jahiliyah di mana, cinta yang penuh dengan hawa nafsu dan sama sekali jauh serta sangat menentang syari’at Allah. Fenomena sekarang adalah cinta itu selalu dikaitkan dengan “pacaran”, banyak para remaja merasa telahsakit hati atas perbuatan kekasih haramnya, padahal sudah jelas bahwa bermula dari hubungan yang telah dilarang oleh Allah itu sudah termasuk maksiat yang harusnya dihindari oleh manusia. Di dalam Islam sendiri, jatuh cinta adalah fitrah manusia, maka bagaimana cara mengelola dan merealisasikan bentuk cinta kepada seseorang tersebut dengan benar sesuai syari’at Allah? Yakni dengan cara menikahinya bagi laki-laki dan boleh pula bagi wanita apabila ia ingin menawarkan diri untuk dinikahi oleh laki-laki mukmin yang ia ridho akan agama dan kesholihannya. Allah berfirman di dalam Qs. Ar-Ruum ayat 21 yang artinya,
 Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.
So, kalau ada yang bilang patah hati sebelum waktunya yakni akibat hubungan yang namanya “pacaran”, maka itu bukanlah sebuah patah hati yang sesungguhnya, melainkan bersyukurlah kepada Allah yang telah menyelamatkanmu dari orang yang salah. Mengapa bisa saya katakan orang yang salah? Karena, jelas orang-orang yang mengaku mukmin sejati ialah yang takut akan adzab Allah dan apabila ia jatuh cinta, maka ia akan mengajakmu menuju ikatan halal yang disebut pernikahan. Lihatlah firman Allah Qs. An-Nur ayat 30-31,
Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” (Qs. An-Nur ayat 30)
Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (Qs. An-Nur ayat 31)
Maka, wahai saudaraku sesama muslim, mari kita renungi firman Allah yang agung ini. Janganlah terlalu berharap kepada manusia, engkau pasti akan kecewa. Dan coba periksa hati kita, apa rasa sakit hati karena putus cinta akibat hubungan yang belum halal adalah sebuah teguran yang harusnya kita sadar, bahwa hanya kepada Allah-Lah kita berharap yang terbaik. Jangan pernah sekali-kali mendekati apa yang dimurkai oleh-Nya. Percayalah, hidayah Allah itu akan sampai kepada orang-orang yang mau menerima kebenaran yang datang dari Allah ‘Azza wa Jalla. Nah, intopeksi diri juga intropeksi hati kita, siapa tahu dendam bermula dari salah mengartika sebuah rasa, maka dari itu kesimpulannya adalah berharaplah yang terbaik hanyakepada Allah, yakinlah ujian paling beratsebelum menikah adalah jatuh cinta. Jagalah hatimu hanya untuk seseorang yang memang sudah disiapkan Allah untukmu, berikhtiarlah sesuai dengan prosedur dan cara yang telah disyari’atkan Allah, ta’aruf misalnya J. Janganlah membuang-buang waktu untuk hanya sekedar menciptakan rasa dendam akibat patah hati, jagalah apa yang semestinya wajib dan harus kita jaga, sekali lagi, jika hati itu baik, maka seluruhnya akan ikut baik pula.

3.      Mendo’akan yang baik
Dalam meminimalisir atau bahkan sebagai cara ampuh menghilangkan rasa dendam pada orang lain, selain mengendalikan emosi, dan intropeksi diri, setelah itu kita pun tidak boleh mendo’akan keburukan bagi orang yang telah menyakiti hati kita. Gantilah dengan memberikan do’a-do’a yang baik, do’a agar ia sadar supaya tidak melakukan hal yang menyakitkan lagi bagi orang lain dan ia dapat menyesali perbuatannya. Lagi-lagi setiap orang pasti mempunyai karakter yang berbeda-beda, ada yang intorvert dan ekstrovert, apabila yang menyakiti kita adalah orang yang lebih tertutup (introvert), maka kita harus paham bagaimana cara membalas dengan selalu tetap menjaga lisan dan perbuatan kita agar tidak sampai membuatnya sakit hati juga. Jangan sampai orang yang telah menyakiti hati kita menjadikan kita merasakan dendam berkelanjutan, ayo selalu berbuat kebaikan meski terkadang memang sulit. Semua yang terbiasa, adalah akibat dari yang kita biasakan. Maka, apabila kita telah disakiti oleh orang lain baik melalui tindakan maupun ucapannya, hal yang sebaiknya segera kita lakukan adalah mendo’akan yang baik kepadanya agar diberi Allah kesadaran dan tidak lagi berbuat dedmikian pada orang lain.

4.      Perbanyak Istighfar
Setiap orang pasti mempunyai kesalahan, sesholih apa pun itu, entah ustadz, kyai, dan para ‘alim ulama sekelas Quraish Shihab seorang ahli tafsir ulama’ ternama di Indonesia pun pasti punya. Ini adalah zaman akhir dimana, manusia berlomba-lomba untuk menjadikan dirinya sebagai pemeran utama yang selalu harus dimengerti, dipahami dan dijaga oleh orang lain. Hal itu adalahsebuahegoisme yangmuncul yang harusnya tidak kita biarkan berlarut-larut, karena akan menyebabkan kita menjadi orang yang terbiasa untuk dimengerti, dipaham,i namun kita sendiri menjadi orang yang tak pernah bisa memahami dan mengerti orang lain. Memang hal yang wajar, apabila kita telah disakiti oleh orang lain, kita pasti marah, tidak suka dan apabila dibiarkan berlarut-larut akan menyebabkan dendam. Saudaraku sesama muslim, perbanyaklah meminta ampunan Allah dengan istighfar dan sayyidul istighfar “Allahumma anta robbi...”, serahkanlah semuanya pada Allah, berkeluh kesahlah pada Maha Pemberi Kehidupan, Allah yang Maha mebolak-balikkan hati manusia. Bisa jadi, Allah hadirkan orang-orang yang telahmenyakiti hati kita sebagai bentuk ujian dari Allah sebagi peningkat keimanan. Ingatlah wahai saudaraku sesama muslim, setiap orang boleh mencaci dan memuji namun, itu hanya sepanjang lidahnya saja. Tak usah risau dan dimasukkan ke dalam hati, segeralah beristighfar, siapa tahu dahulu kita pun pernah melakukan hal yang sama yakni menyakiti orang lain yang begitu mudahnya kita lupakan. Beristighfarlah sepanjang hidup dan perbanyaklah memohon ampunan kepada Allah atas segala dosa-dosa yang telah kita perbuat selama ini.

5.      Selalu Memaafkan
Tahukah kita bahwa kunci dari segala masalah dan solusi terbaik bagi hati yang tenang adalah memaafkan kesalah orang lain. Iya, meski terkadang sulit dan sakit rasanya telah disakiti oleh orang lain, akan tetapi memaafkan adalah hal terbaik yang harus kita lakukan. Karena, dengan memaafkan, hati kita akan selalu damai, ukhuwah kita pun akan selalu berjalan dengan baik. Memang, kita hanya manusia biasa yang terkadang memiliki sisi egoisme yang kadang tinggi pula, maka belajarlah dari hal kecil dengan mengendalikan emosi, lalu intopeksi diri dan hati serta diiringi dengan perbaikan-perbaikan dalam diri kita agar menjadi lebih baik dan lebih baik lagi, berusaha mendo’akan yang terbaik bagi orang yang telah menyakiti hati kita, selalu berkhusnudzon serta muhasabah, berpikir positif bukan berarti perlakuan yang kita terima itu pantas dan membuat kita selalu menyalahkan diri sendri? Bukan! Allah telah memberi kita akal untuk berpikir, jika memang itu salah maka, hal demikian akan membuat kita sadar bahwa kita telah salah. Dan, apabila semakin besar cinta Allah kepada kita, maka Allah hadirkan mereka sebagi bentuk ujian untuk meningkatkan kualitas keimanan kita. Percayalah, tidak rugi orang-orang yang di dalam hidupnya mememgang prinsip untuk selalu berusaha berbuat baik dan memaafkan setiap kesalahan orang lain pada dirinya. Selalu renungilah dan ambillah ibroh dari setiap kisah para nabi dan orang-orang mukmin terdahulu yang ujiannya jauh lebih berat dibandingkan kita yang hanya manusia akhir zaman seperti sekarang ini. Ilmu akan meluaskan pikiranmu, dan memperbesar jiwamu. Selalu beristighfarlah akan setiap kejadian menyakitkan yang telah menimpamu dan hanya Allah-Lah sebaik-baik tujuan kehidupan. Tak perlu risau dengan balasan apa yang akan didapat oleh orang yang menyakiti kita di dunia ini, ada Allah yang Maha Tahu balasan terbaik yang akan diterima di yaumul hisab kelak. Semua amal kebaikan dan keburukan manusia akan dihitung oleh malaikan pencatat amal baik dan buruk yakni malaikat Raqib dan Atid. Kuncinya, Maafkanlah setiap orang yang tel;ah menyakiti hati kita. Memaafkan adalah sebuah solusi terbaik bagi ketenangan hati manusia. Kesimpulannya adalah menjadikan maaf sebagai kata kunci utama meminimalisir rasa dendam agar berubah menjadi sebuah kebaikan yang berpahala dengan mengamalkan 5 pilar yang telah dijelaskan di atas.

Semoga artikel ini dapat membawa manfaat bagi para pembaca
Penulis menyadari bahwa masih banyak yang harus dibenahi, maka dari itu
Kritik dan saran yang konstruktif sangat dibutuhkan demi perbaikan artikel selanjutnya...
Akhuukum Fillah,
See you soon in my new article.......
JJJ






Komentar

Postingan populer dari blog ini

RPP Bahasa Indonesia MI/SD

MAKALAH PENGEMBANGAN PKn MI/SD

Pemetaan KD ke Indikator dalam Pembelajaran Tematik