JANGAN DENDAM, TETAPI MAAFKANLAH
Dendam
tapi Berpahala?
Inilah
5 pilarnya
|
H
|
idup di era modern seperti
sekarang adalah sebuah ujian dan cobaan yang sangat amat berat. Mengapa saya
katakan demikian? Karena pada era sekarang, segala hal terkait dunia sudah
banyak dipolitisasi, baik diberbagai bidang. Politisasi sendiri, tidak harus
digunakan dalam ranah hukum dan politik saja, di era masa kini segala kebutuhan
masyarakat pun sudah dipolitisasi. Kasus suap-menyuap yang marak terjadi baik
di kalangan pejabat sampai pada rakyat kecil. Sebetulnya, jika dikaitkan dalam
dunia politik, politisasi adalah sebuah pergerakan para politis untuk mencari
keuntungan bagi dirinya sendiri dalam mengunggulkan setiap partai yang
dikaderinya. Entahlah, berapa banyak rakyat miskin yang menjadi jajahan para
pejabat tinggi demi menaikkan pamor dan tingkatan kepada kedudukan yang lebih
tinggi. Di dunia sekarang ini, minim ketulusan. Rasa tulus dari setiap orang
yang mulai terkikis oleh peradaban dan kebutuhan.
Kebaikan
yang terjadi hanyalah sebuah kebohongan yang tertutupi. Ya, percaya atau tidak,
kasus saling menjatuhkan sesama partai dan pembunuhan kerap terjadi karena
adanya dendam berkelanjutan. Ya, mengapa saya bahas mengenai politik terlebih
dahulu? Karena dalam politik setiap kejahatan dalam setiap parlemen selalu
menjadi santapan hangat baik bagi pengamat politik, maupun masyarakat yang
peduli dengan bangsa ini di setiap media cetak atau televisi. Maka dari itu,
segala hal baik dari sebuah kebaikan dan kejahatan di dalam Islam sendiri semua
sudah ada balasannya masing-masing. So, be positif to everything in your life
(Khusnudzon) itulah satu-satunya jalan dan cara ampuh dalam meraih pahala
dikala dendam muncul di dalam dada.
Bicara
masalah dendam nih ya? sebetulnya dendam itu apa sih?. Nih ya, dendam itu
adalah sebuah penyakit hati yang dipupuk terus menerus hingga dapat berujung
menjadi suatu kebencian, sehingga jika dalam berita-berita politik yang sering
kita tonton adalah bermula dari hal tersebut. Ya, hati mereka telah sakit.
Dalam
tulisan Ibnul Qayyim pernah mengatakan bahwa ada 3 hal dalam pengkalsifikasian
hati, diantaranya:
1.
Qalbun Salim, yakni hati yang
selamat. Disini, hati yang bersih yang selalu terjaga dari noda hati yang berkelanjutan.
Orang-orang yang memiliki hati ini akan selamat pada hari kiamat. Sebagaimana
firman Allah dalam Qs. Asy-Syu’ara/26: 88-89,
يَومَ
لَا يَنفَعُ مَالَا وَلَابَنُونَ (٨٨) اِلَّامَن أَتَى اللَّهَ بِقَلبٍ سَلِيم (٨٩)
Artinya:
“(Yaitu) di hari
harta dan anak laki-laki tiada lagi berguna, kecuali orang-orang yang menghadap
Allah dengan hati yang bersih.”
Qalbun salim adalah hati yang bersih dan
selamat dari berbagai syahwat yang bersebrangan dengan perintah dan larangan
Allah, bersih dan selamat dari berbagai syubhat, tidak menyekutukan Allah,
menjadikan Rasulullah sebagai hakim kehidupan, bertaqorrub serta bertawakkal
hanya kepada Allah ‘Azza wa Jalla.
2.
Qalbun Maridh, yakni hati
yang sakit, maksudnya adalah hatinya hidup akan tetapi sakit. Di dalam hati
yang sakit ada kecintaan kepada nafsu, ambisius mengejar hal keduniawian,
sering diliputi rasa dengki, takabbur, bangga diri, cinta pada jabatan dan
senantiasa membuat kerusakan di muka bumi. Hal itulah yang menjadi asbab hati
yang sakit dan binasa. Hati yang sakit tidak sepenuhnya berambisi pada hal
keduniawian melainkan dalam hal ini, hati tersebut saling tarik ulur antara
kebaikan dan kebathilan dan yang mendominasi hati yang sakit tersebut adalah
segala hal buruk yang menyeru pada kenikmatan sesaat. Dapat disimpulkan bahwa
hati yang sakit, apabila penyakit dalam hatinya kambuh, maka hatinya dapat
menjadi keras dan mati, jika ia mengalahkan penyakit hatinya, maka hatinya
menjadi sehat dan selamat.
3.
Qalbun Mayyit, yakni hati
yang mati. Hati yang kosong dari kehidupan. Hati yang tidak pernah mengenal
Rabbnya, serta tidak mau beribadah kepada-Nya. Hati yang telah mati akan selalu
terjerumus pada kemaksiatan, ia lebih mementingkan syahwat dan hawa nafsu
birahinya. Menjadikan dunia sebagai kenikmatan yang kekal, tidak mau menerima
kebenaran, tidak pernah mau menerima nasehat baik dari sekelilingnya, dan ia
menghambakan diri pada dunia bukan kepada Allah. Hati yang telah mati ibarat
sebuah besi yang telah berkarat. Tak akan sampai hidayah Allah kepada
orang-orang yang menolak pada kebenaran. Hawa nafsu menjadi alasan ia membenci
dan mencintai sesuatu, sehingga ia menjadi buta dan tuli terhadap kebenaran
yang datangnya dari Allah.
Allah
menjelaskan ketiga pengkalsifikasian hati ini di dalam firman-Nya Qs. Al-Hajj:
52-54, yang artinya
“Dan kami tidak
mengutus sebelum kamu seorang rasul pun dan tidak (pula) seorang nabi, melainkan
apabila dia mempunyai suatu keinginan, syeitan pun memasukkan godaan-godaan
terhadap keinginan itu, Allah menghilangkan apa yang dimasukkan oleh syeitan
itu dan Allah menguatkan ayat-ayat-Nya. Dan Allah Maha Mengetahui dan Maha
Bijaksana, agar Dia menjadikan apa yang dimasukkan oleh syeitan itu, sebagai
cobaan bagi orang-orang yang didalam hatinya ada penyakit dan yang keras
hatinya. Dan sesungguhnya orang-orang yang dzhalim itu, benar-benar dalam
permusuhan yang sangat, dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu meyakini
bahwa al-Qur’an itulah yang Haq dari Rabbmu lalu mereka beriman dan tunduk hati
mereka kepadanya, dan sesungguhnya Allah adalah pemberi petunjuk bagi
orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus.”
Dari
ketiga jenis hati tersebut dapat kita ketahui, yang manakah kondisi hati kita
saat ini? Apakah hati kita sudah sehat, tengah sakit atau sudah mati?
Na’udzubillah. Semoga hati kita senantiasa diliputi ketaatan pada perintah
Allah dan menjauhi segala yang dilarang oleh-Nya.
Rasa
dendam yang timbul akibat sebuah perlakuan atau perkataan orang lain yang
sangat menyakitkan sehingga dapat menyakiti hati kita adalah perkara yang dapat
membuat hati kita menjadi sakit. Apabila kita dapat memanage hati kita
dengan baik, maka In syaa Allah apa yang akan kita dapatkan bukanlah rasa
dendam atau pun benci, melainkan hati kita akan selamat dan merasakan
ketenangan. Dalam kehidupan ini, Allah menciptakan manusia dengan beribu
kepribadian dan karakter yang bermacam-macam, kunci dari segala perbedaan
adalah saling memahami. Terkadang, banyak orang salah paham karena merasa lelah
“Kenapa sih selalu aku yang salah?” , “Kenapa sih selalu aku yang harus minta
maaf?”, “Aku kan nggak salah kenapa harus minta maaf? Dia yang udah nyakitin
hati aku!”, atau “Aku capek kalo terus-terusan aku yang harus memahami dan
minta maaf”, mungkin ungkapan dan statement sperti itu sering kita dengar
tatkala orang lain tanpa sadar atau sengaja membuat kita sakit hati atas
tindakan ataupun ucapannya. Orang yang mengatakan statement seperti demikian dapat
saya katakan, ia belum bisa memahami orang-orang disekelilingnya, ia masih
mementingkan rasa egonya yang tinggi sehingga enggan dan malah membuat tali
persaudaraan terputus. Disini, dari pemaparan tiga jenis hati di atas, dapat
kita simpulkan jika ingin hati kita selamat dari rasa iri, dengki, dendam atau
pun benci, kita harus belajar untuk ikhlas dalam memaafkan, meski ini sudah
keluar dari koridor kita berada di pihak yang benar atau salah. Sebagaimana
seperti panutan umat Islam yakni Rasulullah Muhammad Shallallahu’alayhi wa
Sallam yang senantiasa memiliki sifat pemaaf kepada siapa pun, bahkan pada
orang-orang ynag berniat untuk membunuhnya, begitu indahnya akhlak Rasulullah
ketika beliau dahulu sering dicaci, dihina akan tetapi beliau selalu membalas
segala kejahatan dengan kebaikan. Nah, berikut akan saya jelaskan 5 pilar yang
membuat rasa dendammu menjadi berpahala...
1.
Emosi yang terkendali (Emotional
Control)
Jadi,
disini sebelum kita mendogma bahwa kita telah sakit hati, maka ada baiknya kita
belajar terlebih dahulu dalam mengendalikan emosi. Pada umumnya yang sering
kita jumpai adalah banyak orang yang ketika disakiti karena ulah perbuatan atau
ucapan orang lain langsung timbul dalam hatinya perasaan amarah yang tak bisa
terkendali. Maka, lagi-lagi Rasulullah telah mencontohkan kepada kita umat
muslim bahwasanya adab ketika marah adalah diam. Jika engkau dalam keadaan
berdiri dan masih belum reda amarahmu, maka duduklah, jika masih belum reda
pula, maka ambillah air wudhu. Rasulullah tak pernah mengajarkan kepada kita
tentang berkata kasar, berdo’a mengenai hal-hal buruk pada orang yang telah
menyakiti hati kita, atau bahkan membalasnya dengan keburukan pula. Memang, Rasulullah
memperbolehkan apabila kita membalas perbuatan orang tersebut sesuai dengan apa
yang telah ia perbuat kepada kita sebelumnya, akan tetapi sebaik-baik manusia
adalah yang dapat saling memaafkan. Begitu indahnya pesan yang Rasulullah
sampaikan pada umatnya. Hiduplah menjadi orang baik walau pun sering disakiti
oleh banyak orang, baiknya untuk siapa? Ya, hanya untuk Allah. Allah tidak akan
membebani hamba-Nya, melebihi batas kemampuannya kok buka Qs. al-Baqarah ayat
286,
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai
dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya
dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa):
"Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami
tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat
sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami,
janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya.
Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong
kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir".
Balasan itu tergantung amal, kalau amal yang
dikerjakan baik, in syaa Allah hasilnya atau balasannya pun sama baiknya. Jika
sebaliknya, maka yang didapat sama seperti yang telah dikerjakannya. Dalam
hidup ini kita belajar untuk terus saling berpikir positif, berkhusnudzon,
berbuat kebaikan, saling memahami dan masih banyak lagi. Ilmu kehidupan ini
hanya berbicara masalah manajemen hati, sebenarnya simple saja, jika kita bisa
mengendalikan hati dengan baik, maka in syaa Allah seluruhnya pun akan ikut
baik.
Mengalah bukan berarti kalah,
melainkan disitulah tingkat kedewasaanmu bisa diukur
|
Kendalikan
emosi dengan selalu berbaik sangka pada takdir. Percayalah, setiap manusia itu
tak akan pernah luput dari yang namanya dosa dan lupa. Boleh jadi orang-orang
yang telah menyakiti kita kemarin dan hari ini pun sama mereka hanya manusia
biasa, bahkan manusia akhir zaman seperti kita yang terkadang masih sering
lalai dengan perintah Tuhan bahkan masih sering berbuat maksiat. Na’udzubillah.
Maka, emotional control sangat diperlukan dalam memanajemen hati agar
terhindar dari yang namanya penyakit hati (iri, dengki, dendam, benci, dan
lainnya).
2.
Intropeksi Diri (Muhasabah)
Ketika
banyak orang yang merasa sakit hati atas tindakan atau ucapan buruk orang lain
terhadap dirinya, sangat sedikit dari mereka yang menyadari bahwa kejadian apa
pun dalam kehidupan ini tak lain hasil dari tindakannya di masa lampau. Boleh
jadi, kemarin, atau kemarin lusa atau minggu lalu, bulan lalu atau bahkan
setahun yang lalu ada orang yang tak sengaja ia sakiti hatinya karena ucapan
atau tindakannya pula. Jadi, kalau berbicara masalah duniawi memang ada
beberapa kejadian yang Allah timpakan langsung balasan untuk orang tersebut di
dunia ini. Maka, perlunya untuk intropeksi (Muhasabah) pada diri sendiri
akan membuat kita semakin lapang dalam menerima kenyataan, bahwa Allah itu tak
pernah mengirim orang-orang jahat dalam hidup kita jika tidak sebagai teguran
atau ujian bagi hidup kita dalam meningkatkan keimanan.
Dalam
kehidupan ini, setiap waktu adalah kesempatan terbaik untuk memperbaiki diri
menuju lebih baik. Ada baiknya, setelah kita dapat intropeksi diri, maka itu
semua harus diiringi pula dengan perubahan sikap dan ucapan-ucapan yang baik.
Mana kala berbicara pada orang lain, maka harus berhati-hati agar tidak sampai
menyakiti hatinya, karena kita pun tahu bagaimana rasanya jika hati kita
disakiti oleh orang lain bahkan orang yang kita cintai. Berbicara masalah cinta
sebetulnya di dalam Islam, cinta itu fitrah, ya... cinta kepada saudara sesama
muslim. Jangan pernah menafsirkan cinta pada definisi jahiliyah di mana, cinta
yang penuh dengan hawa nafsu dan sama sekali jauh serta sangat menentang
syari’at Allah. Fenomena sekarang adalah cinta itu selalu dikaitkan dengan
“pacaran”, banyak para remaja merasa telahsakit hati atas perbuatan kekasih
haramnya, padahal sudah jelas bahwa bermula dari hubungan yang telah dilarang
oleh Allah itu sudah termasuk maksiat yang harusnya dihindari oleh manusia. Di
dalam Islam sendiri, jatuh cinta adalah fitrah manusia, maka bagaimana cara
mengelola dan merealisasikan bentuk cinta kepada seseorang tersebut dengan
benar sesuai syari’at Allah? Yakni dengan cara menikahinya bagi laki-laki dan
boleh pula bagi wanita apabila ia ingin menawarkan diri untuk dinikahi oleh
laki-laki mukmin yang ia ridho akan agama dan kesholihannya. Allah berfirman di
dalam Qs. Ar-Ruum ayat 21 yang artinya,
“ Dan
di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri
dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”
So, kalau ada
yang bilang patah hati sebelum waktunya yakni akibat hubungan yang namanya
“pacaran”, maka itu bukanlah sebuah patah hati yang sesungguhnya, melainkan
bersyukurlah kepada Allah yang telah menyelamatkanmu dari orang yang salah.
Mengapa bisa saya katakan orang yang salah? Karena, jelas orang-orang yang
mengaku mukmin sejati ialah yang takut akan adzab Allah dan apabila ia jatuh
cinta, maka ia akan mengajakmu menuju ikatan halal yang disebut pernikahan. Lihatlah
firman Allah Qs. An-Nur ayat 30-31,
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman:
"Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang
demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
apa yang mereka perbuat.” (Qs. An-Nur ayat 30)
“Katakanlah kepada wanita yang beriman:
"Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah
mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan
hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan
perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami
mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau
saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka,
atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau
budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak
mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti
tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui
perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah,
hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (Qs. An-Nur ayat 31)
Maka,
wahai saudaraku sesama muslim, mari kita renungi firman Allah yang agung ini.
Janganlah terlalu berharap kepada manusia, engkau pasti akan kecewa. Dan coba
periksa hati kita, apa rasa sakit hati karena putus cinta akibat hubungan yang
belum halal adalah sebuah teguran yang harusnya kita sadar, bahwa hanya kepada
Allah-Lah kita berharap yang terbaik. Jangan pernah sekali-kali mendekati apa
yang dimurkai oleh-Nya. Percayalah, hidayah Allah itu akan sampai kepada
orang-orang yang mau menerima kebenaran yang datang dari Allah ‘Azza wa Jalla. Nah,
intopeksi diri juga intropeksi hati kita, siapa tahu dendam bermula dari salah
mengartika sebuah rasa, maka dari itu kesimpulannya adalah berharaplah yang
terbaik hanyakepada Allah, yakinlah ujian paling beratsebelum menikah adalah
jatuh cinta. Jagalah hatimu hanya untuk seseorang yang memang sudah disiapkan
Allah untukmu, berikhtiarlah sesuai dengan prosedur dan cara yang telah
disyari’atkan Allah, ta’aruf misalnya J. Janganlah membuang-buang waktu untuk
hanya sekedar menciptakan rasa dendam akibat patah hati, jagalah apa yang
semestinya wajib dan harus kita jaga, sekali lagi, jika hati itu baik, maka
seluruhnya akan ikut baik pula.
3.
Mendo’akan yang baik
Dalam
meminimalisir atau bahkan sebagai cara ampuh menghilangkan rasa dendam pada
orang lain, selain mengendalikan emosi, dan intropeksi diri, setelah itu kita
pun tidak boleh mendo’akan keburukan bagi orang yang telah menyakiti hati kita.
Gantilah dengan memberikan do’a-do’a yang baik, do’a agar ia sadar supaya tidak
melakukan hal yang menyakitkan lagi bagi orang lain dan ia dapat menyesali
perbuatannya. Lagi-lagi setiap orang pasti mempunyai karakter yang
berbeda-beda, ada yang intorvert dan ekstrovert, apabila yang menyakiti kita adalah orang
yang lebih tertutup (introvert), maka kita harus paham bagaimana cara
membalas dengan selalu tetap menjaga lisan dan perbuatan kita agar tidak sampai
membuatnya sakit hati juga. Jangan sampai orang yang telah menyakiti hati kita
menjadikan kita merasakan dendam berkelanjutan, ayo selalu berbuat kebaikan
meski terkadang memang sulit. Semua yang terbiasa, adalah akibat dari yang kita
biasakan. Maka, apabila kita telah disakiti oleh orang lain baik melalui
tindakan maupun ucapannya, hal yang sebaiknya segera kita lakukan adalah
mendo’akan yang baik kepadanya agar diberi Allah kesadaran dan tidak lagi
berbuat dedmikian pada orang lain.
4.
Perbanyak Istighfar
Setiap
orang pasti mempunyai kesalahan, sesholih apa pun itu, entah ustadz, kyai, dan
para ‘alim ulama sekelas Quraish Shihab seorang ahli tafsir ulama’ ternama di Indonesia
pun pasti punya. Ini adalah zaman akhir dimana, manusia berlomba-lomba untuk
menjadikan dirinya sebagai pemeran utama yang selalu harus dimengerti, dipahami
dan dijaga oleh orang lain. Hal itu adalahsebuahegoisme yangmuncul yang
harusnya tidak kita biarkan berlarut-larut, karena akan menyebabkan kita
menjadi orang yang terbiasa untuk dimengerti, dipaham,i namun kita sendiri
menjadi orang yang tak pernah bisa memahami dan mengerti orang lain. Memang hal
yang wajar, apabila kita telah disakiti oleh orang lain, kita pasti marah,
tidak suka dan apabila dibiarkan berlarut-larut akan menyebabkan dendam.
Saudaraku sesama muslim, perbanyaklah meminta ampunan Allah dengan istighfar
dan sayyidul istighfar “Allahumma anta robbi...”, serahkanlah semuanya pada
Allah, berkeluh kesahlah pada Maha Pemberi Kehidupan, Allah yang Maha
mebolak-balikkan hati manusia. Bisa jadi, Allah hadirkan orang-orang yang
telahmenyakiti hati kita sebagai bentuk ujian dari Allah sebagi peningkat
keimanan. Ingatlah wahai saudaraku sesama muslim, setiap orang boleh mencaci
dan memuji namun, itu hanya sepanjang lidahnya saja. Tak usah risau dan
dimasukkan ke dalam hati, segeralah beristighfar, siapa tahu dahulu kita pun
pernah melakukan hal yang sama yakni menyakiti orang lain yang begitu mudahnya
kita lupakan. Beristighfarlah sepanjang hidup dan perbanyaklah memohon ampunan
kepada Allah atas segala dosa-dosa yang telah kita perbuat selama ini.
5.
Selalu Memaafkan
Tahukah
kita bahwa kunci dari segala masalah dan solusi terbaik bagi hati yang tenang
adalah memaafkan kesalah orang lain. Iya, meski terkadang sulit dan sakit
rasanya telah disakiti oleh orang lain, akan tetapi memaafkan adalah hal terbaik
yang harus kita lakukan. Karena, dengan memaafkan, hati kita akan selalu damai,
ukhuwah kita pun akan selalu berjalan dengan baik. Memang, kita hanya manusia
biasa yang terkadang memiliki sisi egoisme yang kadang tinggi pula, maka
belajarlah dari hal kecil dengan mengendalikan emosi, lalu intopeksi diri dan
hati serta diiringi dengan perbaikan-perbaikan dalam diri kita agar menjadi
lebih baik dan lebih baik lagi, berusaha mendo’akan yang terbaik bagi orang
yang telah menyakiti hati kita, selalu berkhusnudzon serta muhasabah, berpikir
positif bukan berarti perlakuan yang kita terima itu pantas dan membuat kita
selalu menyalahkan diri sendri? Bukan! Allah telah memberi kita akal untuk
berpikir, jika memang itu salah maka, hal demikian akan membuat kita sadar
bahwa kita telah salah. Dan, apabila semakin besar cinta Allah kepada kita,
maka Allah hadirkan mereka sebagi bentuk ujian untuk meningkatkan kualitas
keimanan kita. Percayalah, tidak rugi orang-orang yang di dalam hidupnya
mememgang prinsip untuk selalu berusaha berbuat baik dan memaafkan setiap
kesalahan orang lain pada dirinya. Selalu renungilah dan ambillah ibroh dari
setiap kisah para nabi dan orang-orang mukmin terdahulu yang ujiannya jauh
lebih berat dibandingkan kita yang hanya manusia akhir zaman seperti sekarang
ini. Ilmu akan meluaskan pikiranmu, dan memperbesar jiwamu. Selalu
beristighfarlah akan setiap kejadian menyakitkan yang telah menimpamu dan hanya
Allah-Lah sebaik-baik tujuan kehidupan. Tak perlu risau dengan balasan apa yang
akan didapat oleh orang yang menyakiti kita di dunia ini, ada Allah yang Maha
Tahu balasan terbaik yang akan diterima di yaumul hisab kelak. Semua amal
kebaikan dan keburukan manusia akan dihitung oleh malaikan pencatat amal baik
dan buruk yakni malaikat Raqib dan Atid. Kuncinya, Maafkanlah setiap orang yang
tel;ah menyakiti hati kita. Memaafkan adalah sebuah solusi terbaik bagi
ketenangan hati manusia. Kesimpulannya adalah menjadikan maaf sebagai kata
kunci utama meminimalisir rasa dendam agar berubah menjadi sebuah kebaikan yang
berpahala dengan mengamalkan 5 pilar yang telah dijelaskan di atas.
Semoga
artikel ini dapat membawa manfaat bagi para pembaca
Penulis
menyadari bahwa masih banyak yang harus dibenahi, maka dari itu
Kritik
dan saran yang konstruktif sangat dibutuhkan demi perbaikan artikel
selanjutnya...
Akhuukum
Fillah,
See you
soon in my new article.......
JJJ
Komentar
Posting Komentar