KARTINI MASA KINI


EMANSIPASI WANITA MASA KINI
Bismillahirrohmaanirrohiim,
M
engenai emansipasi wanita merupakan hal yang erat kaitannya dengan gerakan feminisme, menurut Dra. Susilaningsih Kuntowijoyo, MA mengatakan bahwa gerakan feminisme erat kaitannya dengan (women liberation movement) gerakan pembebasan wanita. Gerakan ini dikenal dengan sebutan Woman’s Lib (WL) yakni suatu gerakan yang peduli akan perlunya perubahan peran dan status wanita.
Emansipasi dalam artian Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah, pembebasan dari perbudakan, persamaan hak dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. Emansipasi wanita merupakan suatu pelepasan diri wanita dari kedudukan sosial ekonomi yang rendah atau dari pengekangan hukum yang membatasi wanita untuk berkembang dan maju. Sehingga jika berbicara mengenai emansipasi, di Indonesia telah dikenal sebagai pelopor penggerak emansipasi wanita adalah R.A Kartini, seorang wanita priyayi Jawa yang berpikiran maju berkat surat-surat korespondennya pada sahabat Belandanya yang kemudian diangkat menjadi buku “Habis Gelap Terbitlah Terang”.
Berbicara mengenai seorang makhluk yang bernama wanita, sudah pasti yang pertama kali kita fikirkan adalah sosok makhluk ciptaan Allah yang diciptakan dari tulang rusuk seorang laki-laki dimana fitrah wanita adalah seperti tulang rusuk yang bengkok, apabila diluruskan ia akan patah dan bila pun dibiarkan ia akan tetap bengkok. Sebagaimana dalam hadits Rasulullah Shallallahu’alayhi wa Sallam bersabda,
. الْمَرْأَةُ كَالضِّلَعِ, اِنْ أَقَمْتَهَا كَسَرْتَهَا, وَاِنِسْتَمْتَعتَ بِهَا اسْتَمْتَعْتَ بِهَا, وَفِيهَا عِوَجٌ
“Wanita itu seperti tulang rusuk, jika engkau luruskan (tegakkan), engkau mematahkannya, dan jika engkau bersenang-senang dengannya, maka engkau dapat bersenang-senang dengannya, sedangkan di dalamnya ada kebengkokan.”
Membicarakan hal mengenai wanita adalah suatu topik bahasan yang tiada pernah ada habisnya, di dalam Islam Allah telah berfirman, “Wahai sekalian manusia bertakwalah kepada Rabb kalian yang telah menciptakan kalian dari jiwa yang satu dan dari jiwa yang satu itu Dia menciptakan pasangannya, dan dari keduanya Dia memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.” (Qs. An-Nisa’ ayat 1).
Dalam Islam sendiri secara historis, telah tercatat banyak wanita muslimah terdahulu yang ikut andil dalam kegiatan bermasyarakat. Sesungguhnya Islam telah menempatkan wanita pada tiga bidang:
Pertama, Bidang kemanusiaan dimana Islam mengakui bahwa hak wanita sama dengan hak pria. Sebagaimana firman Allah dalam Qs. Al-Ahzab ayat 35, “Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu’, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan kepada mereka ampunan dan pahala yang besar”. Dalam ayat tersebut, menurut tafsir Imam Ibnu Katsir, dijelaskan bahwa ayat tersebut tidak membedakan antara laki-laki dan wanita, yang membedakan hanyalah tingkat keimanan dan ketaqwaan. Allah sangat memuliakan kaum wanita sehingga nama wanita diabadikan dalam mushaf Al-Qur’an al-Kariim pada Qs. An-Nisa’ yang bermakna perempuan. Hal ini sangat bertolak belakang dengan paradigma orang Barat yang mengklaim bahwa wanita muslimah tidak dimuliakan karena harus terkekang di rumah.
Kedua, Bidang sosial, dalam bidang sosial ini wanita berhak mendapatkan pendidikan yang layak sesuai dengan segala jenjang pendidikan yang ada, di antara mereka para wanita pun dapat menempati jabatan penting dan terhormat dalam masyarakat sesuai dengan tingkatan usia, dan para wanita lebih membutuhkan cinta, kasih dan penghormatan.
Ketiga, Bidang Hukum, Islam telah memberikan wanita hak memiliki harta dengan sempurna dalam mempergunakannya tatkala ia dewasa dan tidak ada seorang pun yang berkuasa atasnya baik ayah, suami atau kepala keluarga. Hak dan kewajiban wanita maupun pria dalam hal tertentu berbeda karena kodrati antara pria dan wanita yang memiliki tanggung jawab yang berbeda pula. Pria menjadi penanggung jawab penuh atas keluarganya sedangkan wanita menjadi penanggung jawab atas anak-anaknya.
Ada pun wanita jika dilihat dari perspektif Islam sendiri sesuai dengan agama yang fitrah ini, sesungguhnya menjadi ibu rumah tangga adalah pekerjaan yang mulia dibandingkan dengan pekerjaan lainnya yang mereka merasa bangga dan berlomba-lomba dalam meraih jabatan sekedar untuk mengekspose dirinya demi mendapat pamor lebih. Islam pun telah memberikan keringanan bagi wanita muslimah yang ingin berkarir dan mengembangkan segala potensinya dengan beberapa syarat:
1.      Mendapat izin dari suami
2.      Tidak berikhtilath (campur baur antara laki-laki dan perempuan) dan bertabarruj (bersolek, berhias) di depan laki-laki non mahram
3.      Menutup aurat dengan hijab syar’i
4.      Menundukkan pandangan dan menjaga farji (kemaluan)
5.      Tidak berdandan layaknya wanita jahiliyyah
6.      Tidak merubah kodratnya sebagai seorang wanita
7.      Bisa membagi waktu antara melayani suami dan mendidik anak
Misalnya pekerjaan seorang wanita muslimah yang ingin menjadi wanita karir adalah melakukan bisnis online (Online Shop) dengan membuka toko, distro atau butik di rumah serta memasarkan dengan cara online shop tentunya proses akadnya pun dilakukan sesuai dengan syari’at Islam. Membuka toko kue di rumah atau menyewa stand, dan jenis wirausaha lainnya yang masih bisa menjadi alternatif bagi wanita jika ingin berkarir namun masih bisa membagi waktu antara pekerjaan dengan melayani suami dan mengurus anak di rumah.
Kartini zaman dahulu sangat berbeda sekali dengan Kartini zaman sekarang, mengapa tidak? Jika pada zaman R.A Kartini meskipun ia memperjuangkan hak para wanita pada zamannya, ia pun masih tetap dalam sifat taat pada suaminya, menjadi ibu rumah tangga yang berketerampilan paling sedikit memasak dan menjahit. Namun, realita menunjukkan bahwa sesuai dengan perkembangan zaman, perempuan Indonesia akhirnya dapat mensejajarkan diri dengan kaum pria dalam berbagai bidang kehidupan, baik di bidang politik, ekonomi maupun sosial. Sekarang ini kita dapat melihat berbagai pekerjaan atau jabatan mulai dari pegawai negeri/swasta, pilot, pengacara, notaris, dokter, direktur, menteri bahkan presiden pun pernah dijabat oleh Ibu Megawati pada era tahun 2001-2004 di Indonesia dan petinggi lainnya mulai diperankan oleh kaum wanita. Para perempuan pada saat ini sudah dapat menduduki posisi penting dalam birokrasi dan berkiprah di bidang politik yang telah diatur dalam pasal 65 ayat 1 UU Nomor 12 Tahun 2003 yang berbunyi, “Setiap partai politik peserta pemilu dapat mengajukan calon anggota DPR, DPRD, Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota untuk setiap daerah pemilihan dengan memerhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30%”. Begitu pula karir wanita pada bidang sosial dan ekonomi yang semakin sukses. Karena hal tersebut, kebebasan yang terjadi pada wanita membuat tak sedikit kaum wanita pada zaman sekarang yang bahkan tidak bisa memasak dan menjahit.
Dalam bidang ekonomi, banyak wanita yang menjadi tulang punggung keluarga atau membantu suami bekerja. Seperti fenomena yang kini marak terjadi di Indonesia yakni istri bekerja ke luar negeri untuk mencari uang sedangkan suami bekerja hanya sebagai petani dan mengurus anak di rumah. Emansipasi wanita menjadi melenceng dari makna yang sebenarnya bahwa adanya emansipasi adalah sebagai upaya dalam menyuarakan hak-hak wanita. Seperti halnya yang diungkapkan oleh tokoh wanita yang menjadi korban perjodohan oleh kedua orang tuanya yakni Siti Nurbaya yang dikemas dalam buku yang berjudul “Siti Nurbaya” karya Marah Rusli, “Layar Terkembang”, karya Sutan Takdir Alisjahbana, dan “Belenggu”, karya Armijn Pane yang memang secara khusus membahas tentang emansipasi wanita, berikut ungkapan singkat dari Siti Nurbaya tentang wanita,
“Memang demikianlah nasib kita perempuan. Adakah akan berubah peraturan kita ini? Adakah kita akan dihargai laki-laki, kelak? Biar tak banyak sekedar untuk yang perlu bagi kehidupan kita saja pun, cukuplah. Aku tiada hendak meminta, supaya perempuan disamakan benar-benar dengan laki-laki dalam segala hal, tidak, karena aku tidak mengerti juga, tentu tak boleh jadi. Tetapi permintaanku, hendaknya laki-laki itu memandang perempuan sebagai adiknya, jika tak mau ia memuliakan dan menghormati perempuannya sebagai pada bangsa Eropa. Jangankan dipandangnya kita sebagai hamba atau makhluk yang hina. Biarlah perempuan menuntut ilmu yang berguna baginya, biarlah ia diizinkan melihat dan mendengar segala yang boleh menambah pengetahuannya; biarlah ia boleh mengeluarkan perasaan hatinya dan buah pikirannya, supaya dapat bertukar-tukar pikiran, untuk menajamkan otaknya. Dan berilah ia kuasa atas segala yang harus dikuasainya, agar jangan sama ia dengan boneka yang bernyawa saja”.
Pada waktu Marah Rusli menulis bukunya yang berjudul, “Siti Nurbaya”, dimana pergerakan wanita baru dimulai, tampaknya memang kedudukan wanita masih sangat rendah. Meskipun sudah ada keadaan yang lebih baik dari masa Kartini, berkat rintisan Kartini dan para tokoh wanita lainnya, sudah sangat banyak para gadis yang bersekolah dan terpelajar, namun nampaknya pada waktu itu nasib wanita menyedihkan, adat masih kuat menghambat kemajuan wanita sehingga setelah terbitnya buku yang berjudul “Siti Nurbaya” keadaan wanita sudah lebih baik dan berikut terbitnya buku-buku yang berkisah mengenai emansipasi wanita lainnya yang menjadikan banyak wanita terpelajar dan tampak sudah adanya kebebasan pergaulan antara wanita dengan wanita dan wanita dengan laki-laki. Perjuangan wanita untuk persamaan hak antara wanita dan laki-laki sudah nampak nyata dan telah membawa ekses positif.
Di zaman yang semakin maju serta perkembangan teknologi yang semakin pesat ini, maka emansipasi wanita harus lebih dikedepankan dengan seharusnya, yakni sesuai dengan makna sesungguhnya. Kaum wanita tidak boleh melupakan hakikatnya sebagai seorang perempuan yang mempunyai sumber kelembutan dan kasih sayang penuh. Para wanita diharapkan bisa menjadi pendidik yang pertama dan utama bagi anak-anak yang dilahirkannya. Menjadi seorang ibu yang dapat membimbing mereka menjadi anak yang kuat, cerdas, dan mempunyai etika yang baik agar dapat berguna bagi bangsa, negara dan agama. Dalam bidang politik, ekonomi dan sosial, maka wanita dituntut untuk menjalani kehidupan sesuai dengan perannya masing-masing. Wanita harus dilindungi dari berbagai kekerasan dan penganiayaan. Para wanita zaman sekarang pun harus sadar akan tugas utamanya yakni menjadi seorang wanita dan seorang ibu yang baik bagi anak-anaknya kelak, tidak hanya sebagai seorang wanita terpelajar dimana pengetahuan yang dimiliki setara dengan para laki-laki tidak membuatnya lupa akan kodratinya sebagai wanita yang harus mengamalkan ilmunya tersebut untuk mendidik anak-anaknya agar kelak menjadi anak yang hebat demi mewujudkan generasi terbaik di masa yang akan datang. Bukan sekedar untuk menyaingi laki-laki, melainkan lebih kepada membentuk sebuah generasi emas yang unggul sehingga menjadikan generasi yang smart, pious, and honourable. Jika wanita zaman kini telah sadar akan tugas utamanya tersebut, maka para perempuan generasi muda untuk menjadi perempuan yang terhormat, berharga dan sebagai kebanggaan bangsa.
Dalam ungkapan indah presiden pertama negara Indonesia yang  mengatakan bahwa, “Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak pernah melupakan sejarah dan jasa-jasa pahlawannya yang berjuang untuk bangsa tercinta ini”. Emansipasi wanita harusnya dapat kita manfaatkan dengan sebaik-baiknya, dari perjuangan ibu Kartini yang telah memperjuangkan hak para wanita pada zamannya sehingga kita sebagai wanita dapat membekali diri untuk berpartisipasi membangun bangsa, mengharumkan nama kaum perempuan, membuat bangga bangsa ini, dan tidak menjatuhkan martabat sebagai seorang perempuan. Emansipasi ini seharusnya menjadikan perempuan yang cerdas bukan menjadi lemah. Sekaranglah saatnya para generasi muda perempuan menjadikan dirinya sebagai emansipator yang mampu mengambil peran penting demi membangun bangsa yang lebih maju.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

RPP Bahasa Indonesia MI/SD

MAKALAH PENGEMBANGAN PKn MI/SD

Pemetaan KD ke Indikator dalam Pembelajaran Tematik