HAY BIN YAQZAN
HAY BIN YAQZAN
Secara ringkas karya ini
berkisah tentang seorang anak yang tumbuh tanpa ayah dan ibu di sebuah pulau
tak berpenghuni dengan nama Hay bin Yaqzan yang kemudian hari diambil anak
angkat oleh seekor kijang dan dibesarkan dengan air susunya hingga akhirnya
menjadi dewasa dan mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan dirinya sendiri, ketika
umurnya telah mencapai usia tujuh tahun Hay bin Yaqzan menemukan bahwa dirinya
ternyata berbeda dengan hewan-hewan lain yang berada di pulau tersebut karena
berbeda dengan dirinya hewan-hewan tersebut ternyata memiliki ekor, pantat dan
bulu-bulu di bagian-bagian tubuhnya hal tersebut membuat Hayy bin Yaqzan mulai
berfikir dan menggunakan potensi akalnya yang kemudian ia menjadikan
daun-daunan untuk menutupi badannya untuk beberapa saat sampai akhirnya
menggantinya dengan kulit binatang yang telah mati.
(Tahap Imitasi Meniru)
Suatu ketika kijang
tersebut mati, Hayy berfikir mengapa kijang tersebut mati, kemudian hal itu
mendorongnya untuk memeriksa tubuh dari kijang tersebut tetapi secara kasat
mata dia tak menemukan sesuatu yang berbeda dari ketika kijang itu masih hidup.
Kemudian ia mulai membedahnya hingga menemukan pada rongga tubuh kijang
tersebut gumpalan yang di seliputi oleh perkakas tubuh yang mana darah di
dalamnya menjadi beku maka hayy bin yaqzan mulai tahu bahwa jantung jika
berhenti maka bersamaan itu pula kehidupan suatu makhluk hidup akan berakhir. (Eksperimen/Uji Coba, Observasi, Perenungan)
Pada suatu hari Hayy bin
Yaqzan menyalakan api di pulau tersebut maka ia mulai merasakan bahwa api
ternyata dapat memberikan penerangan dan membangkitkan panas tidak cukup dengan
itu ia juga menemukan bahwa daging burung dan ikan yang di bakar api terasa
lebih enak dan sedap maka mulailah ia selalu menggunakan api untuk memasak
makanan dan seterusnya mulailah ia memperkuat penggunaan indranya dan
menggunakan apa yang ada di sekitarnya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. (Uji Coba/Eksperimen, Perenungan, praktek)
Dan Hayy bin Yaqzan juga
menyaksikan bahwa alam ini tunduk dalam suatu aturan kosmos dan akan berakhir
pada titik ketiadaan dan yang dimaksud dengan alam adalah segala eksistensi
yang immanent dan bisa kita rasakan dan semuanya itu mempunyai karakter “Baru”
(haadist) yang berarti di dahului oleh ketiadaan (yang dalam teori penciptaan
di sebut sebagai creatio ex nihilo), dan setiap yang baru mengharuskan adanya
yang mengadakannya, dan hipotesa ini akhirnya membawa Hayy bin Yaqzan pada
suatu kesimpulan tentang “Sang Pencipta (The creator). (Perenungan sampai pada pemahaman terhadap sang Pencipta Alam Semesta)
dan ia juga menyaksikan bahwa segala
eksistensi di alam ini bagaimanapun berbedanya ternyata mempunyai titik-titik
kesamaan baik dari segi asal maupun pembentukan maka ini mengarahkannya pada
pemikiran bahwa segala yang ada ini bersumber dari subyek yang satu (causa
prima) maka iapun mengimani Tuhan yang satu.
Kemudian Hay bin Yaqzan
mulai mengarahkan pandangannya ke langit dan melihat matahari yang terbit dan
terbenam setiap harinya secara berulamg-ulang maka seperti itulah dalam
pandangannya aturan kosmos yang berkesinambungan sebagaimana yang terdapat pada
planet dan bintang-bintang, tidak cukup dengan itu Hayy bin Yaqzan
berkesimpulan bahwa termasuk sifat tuhan adalah sesuatu yang bisa kita lihat
melalui jejak-jejak ciptaannya maka tampaklah karakter Tuhan sebagai Eksistensi
yang Maha sempurna (The perfect one) lagi kekal (Eternal) dan yang selainnya
akan rusak dan berakhir pada ketiadaan.
Seiring dengan
berjalannya waktu sampailah Hayyy bin yaqzan pada umurnya yang ke 35 tahun, dan
mulailah ia mencari indra apa dalam dirinya yang membawanya pada
hipotesa-hipotesa dan menunjukinya pada kesimpulan-kesimpulannya yang telah
lampau. Maka ia menemukan apa itu akal (reason), ruh (spirit) dan jiwa
(nafs/soul). (Rasional, Pemikiran,
penalaran, perenungan)
Dan ia tetap hidup di pulaunya sampai beberapa
saat dengan kecondongan rohani dan kesenangan melakukan ekstasi (semedi) sambil
berkontemplasi tentang segala ciptaan sebagai teofani (tajalliyaat) sang
wajibul wujud (The necessary being).
Di pulau yang lain, dekat
dengan pulau dimana hayy bin yaqzan tinggal, terdapat penduduk yang memeluk
agama dari nabi terdahulu. Namun pengetahuan mereka terhadap agama sangat
dangkal dan tidak bersifat rohani. Terdapat dua orang, Asal dan Salaman
namanya, yang menonjol dari Salaman karena pemahamannya tentang agama, ia
cenderung untuk memahami agama secara lahir sedangkan Asal lebih menyukai
penghayatan secara rohani. Karena itu Asal lebih suka menyepi untuk bermeditasi
dan sembahyang dan bermaksud pindah ke pulau yang dikiranya tidak berpenghuni,
dimana Hay menetap. Walaupun pada awalnya mereka tidak saling mengenal tapi
akhirnya terjadi suatu persahabatan yang akrab. Asal berhasil mengajar Hayy
agar dapat berbicara sehingga terjadi tukar menukar pengetahuan diantara keduanya.
(Barter Ilmu Pengetahuan,
Musafir, Merantau, Berpetualang, Silaturahim keteman)
Dari pertukaran pikiran
itu diambil kesimpulan bahwa penyelidikan dan pengalaman mistik yang telah
didapatkan dan dialami oleh hayy bin Yaqzan tidaklah terlalu berbeda dengan
agama yang didapatkan Asal melalui kitab Suci yang disampaikan Nabinya.
Kemudian Hayy beriman kepada agama yang dipeluk Asal.
Asal juga menceritakan
kepada Hayy bin Yaqzan tentang keadaan penduduk dan pelaksanaan mereka terhadap
pelajaran agama dimana sebelumnya Asal tinggal. Hayy menunjukkan perhatiannya
dan ingin mengajak penduduk itu menuju jalan yang benar seperti telah
didapatkannya. Namun ada sedikit ganjalan dihati Hayy tentang agama yaitu
mengapa Tuhan memberikan gambaran-gambaran antropomorfis tentang agama sehingga
menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda dan apa perlunya ada ritual serta
diberikannya kesempatan pada manusia untuk mencari kekayaan dan pemuasan
kesenangan sehingga menimbulkan kesombongan.
Akhirnya Hayy dan Asal
pergi ke pulau tersebut dan bertemu dengan Salaman. Dikemukakanlah maksud
mereka berdua untuk memberikan pengajaran kepada penduduk berdasarkan apa yang
telah mereka capai. Tapi ternyata baik Salaman maupun penduduknya kurang
berminat terhadap penjelasan mereka yang cenderung bersifat rohani dan mistik
itu. Dari sini Hayy pun menjadi tambah yakin akan kebenaran Kitab Suci yang
memberikan tamsil-tamsil dan gambaran yang masuk akal.
Bagi yang berpikiran dangkal memang cocok
dengan gambaran-gambaran Kitab Suci tersebut. Kemampuan mereka hanya
dapat memahami hal-hal yang bersifat lahir saja. Karena itu Asal dan Hayy pun
mohon pamit untuk kembali dengan pesan perpisahan agar penduduk di situ
berpegang teguh kepada Syara’ dan menjalankan agamanya dengan baik. Kebenaran keagamaan
bagi orang awam bersifat harfiah dan eksternal sedangkan perenungan tentang
kebenaran hanya bisa didapat oleh orang yang istimewa saja dan melalui proses
pengalaman. Orang istimewa tersebut lebih unggul dari orang awam sehingga
mereka lebih banyak mendapat karunia Tuhan (ekpiris, Kontemplasi)
Komentar
Posting Komentar